Chanelmuslim.com- Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menjadi fenomena gerakan organisasi massa yang menyedot perhatian banyak pihak. Baik masyarakat, aparat, maupun pemerintah, mengarahkan perhatian pada sejumlah peristiwa seperti hilangnya beberapa anggota masyarakat di berbagai daerah dan mobilisasi warga yang (hilang) berpindah ke daerah lain.
Belakangan terungkap jejak Gafatar sebagai salah satu pihak di balik kasus-kasus itu. Pembakaran komplek hunian anggota eks Gafatar oleh warga lokal di Mempawah, Kalimantan Tengah, belum lama ini, menjadi penanda adanya warga pendatang tersebut berasal dari berbagai daerah dan menyasar daerah baru. Mereka menyebutnya bagian dari apa yang mereka istilahkan sebagai hijrah.
Sementara sebagian anggota kelompok Gafatar yang hijrah itu diduga sebagai orang-orang yang selama ini menghilang tanpa jejak dari keluarga besarnya di daerah yang ditinggalkannya.
Mereka itu memiliki doktrin dan konsep yang jika ditelusuri rekam jejaknya mengarah pada seorang tokoh yang pernah tersandung masalah hukum penistaan agama (Islam), yakni Ahmad Mushadeq.
Pada 9 November 2007 Mushadeq dicokok aparat kepolisian karena ditengarai kasus penistaan agama yang meresahkan masyarakat. Dirinya mengaku mendapat wahyu kenabian saat bertapa di Gunung Bunder, Bogor. Keyakinan itu ia sebarkan secara terbuka melalui ajaran barunya bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyah.
Dalam proses hukum, ia diganjal 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Saat masih di penjara, para pengikut Mushadeq bergerilya membentuk gerakan bernama Millah Ibraham. Karena ajarannya sama persis dengan Al-Qiyadah yang disebarkan Mushadeq, maka aliran ini pun difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Selepas bebas dari penjara, pengikut Mushadeq resmi mendirikan ormas bernama Gerakan Fajar Nusantara pada 21 Januari 2012. Selang dua tahun kemudian, Mushadeq dalam salah satu pidatonya menyebutkan bahwa pada tahun 2024 akan muncul Kerajaan Tuhan. Karen itulah pada tahun 2014 itu para pengikutnya diminta untuk segera hijrah.
Pidato Mushadeq yang disertai fenomena hijrahnya sebagian pengikut Gafatar itu membuat aparat sigap. Dan kepolisian baru-baru ini dikabarkan mendapatkan sejumlah dokumen yang menunjukkan adanya rancangan struktur pemerintahan yang disiapkan Gafatar, yang dianggap sebagai indikasi bahwa organisasi ini ingin mendirikan negara sendiri.
Namun, sebagaimana dikutip Koran Tempo (1/2/2016), polisi mengaku belum bisa menindak Gafatar karena akan berkoordinasi dulu dengan Kementerian Agama dan badan lainnya. “Tentunya harus dipelajari dulu dengan melibatkan banyak pihak, terutama ahli hukum,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti sebelumnya menyebut temuan “struktur negara” Gafatar itu sebagai “ancaman serius”.
Juru bicara Gafatar Wisnu Windhani, masih dikutip Koran Tempo, enggn mengomentari dokumen tersebut. “Saat ini saya tidak mau komentar dulu. Kita tunggu hasilnya saja,” ujarnya. Sementara Ketua Umum Gafatar periode 2011-2015, Mahful Tumanurung juga membantah isu pembentukan negara sendiri. “Tidak ada keinginan itu,” tuturnya.
Penyidik kini memiliki tugas membongkar dokumen tersebut. Nasib Gafatar akan ditentukan oleh keontentikan serta bukti-bukti faktual di lapangan yang didapatkan oleh kepolisian. Kita tunggu perkembangannya. (mr/foto:bersamadakwah)