ChanelMuslim.com – Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mendorong pemerintah untuk mengadopsi strategi Zero-Covid.
Hal itu disampaikan oleh Meli Triana, Peneliti IDEAS dalam diskusi hasil riset yang bertajuk ‘Strategi Eliminasi Pandemi, Menuju Negeri Bebas Pandemi’ di Jakarta, Senin (07/12/2020).
Baca Juga: Membangun Kolaborasi Strategis untuk Pengungsi
Strategi Zero-Covid Terbukti Efektif
Menurutnya strategi ini terbukti efektif melenyapkan Virus Covid-19 bahkan setelah transmisi lokal yang sangat masif seperti di Wuhan, China, dan di Victoria, Australia.
Pengalaman global ini bahkan menjadi sangat relevan dan signifikan seiring munculnya virus varian baru yang lebih ganas dan lebih menular, gelombang kedua yang sesungguhnya. Mutasi virus diyakini menurunkan efektivitas vaksinasi, membuat vaksin tidak akan efektif dalam jangka panjang.
“Tidak ada kata terlambat untuk adopsi strategi Zero-Covid. Bergantung sepenuhnya pada vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi adalah pilihan kebijakan yang beresiko tinggi, terlebih untuk negeri dengan lebih 270 juta penduduk seperti Indonesia,” kata Meli Triana, Peneliti IDEAS dalam diskusi hasil riset yang bertajuk ‘Strategi Eliminasi Pandemi, Menuju Negeri Bebas Pandemi’ di Jakarta, Senin (07/12/2020).
Dia menambahkan, belajar dari pengalaman global dalam menghadapi pandemi terlihat bahwa perilaku pemerintah adalah faktor kunci yang paling menentukan pengalaman krisis yang dijalani masing-masing negara.
Apalagi menurut dia, negara-negara yang keras dan agresif berupaya melenyapkan Covid-19 (Zero-Covid strategy), jauh lebih berhasil dalam memerangi virus dengan prospek ekonomi yang cerah dibandingkan negara-negara yang hanya sekadar berupaya mengendalikan pandemi .
“Mengejar target ‘Zero-Covid’ memberi hasil kesehatan-ekonomi yang jauh lebih baik dibandingkan ‘hidup berdamai dengan virus’,” tutur Meli.
Baca Juga: Hoaks tentang Mudah Terinfeksi Covid-19 setelah Vaksinasi
Kebijakan Menuju Zero-Covid
Meli menjelaskan setidaknya ada 4 bentuk strategi kebijakan yang diambil oleh negara lain dalam menghadapi pandemi global Covid-19.
Pertama, strategi Elimination (Zero-Covid) tujuannya melenyapkan virus dari seluruh wilayah sehingga tidak ada lagi transmisi virus di komunitas lokal.
“Semua wilayah dikontrol agar tetap berada pada ‘Zona Hijau’ dengan terus melakukan pengetatan perbatasan dan pembatasan perjalanan, pada strategi ini vaksinasi hanya sebagai pelengkap,” ujar Meli.
Kedua, strategi Suppression tujuannya menahan ledakan jumlah kasus dan melandaikan kurva pandemi secara signifikan dengan kebijakan yang agresif. Dipakai oleh banyak negara Eropa, Amerika Utara dan India. Pembatasan mobilitas dan 3T (testing, tracing, treatment) terus dilakukan secara berkelanjutan hingga vaksinasi massal dilakukan.
Yang Ketiga, lanjut Meli trategi Mitigation yang memiliki tujuan melindungi kelompok rentan dan sekedar mencegah runtuhnya sistem kesehatan nasional sehingga jumlah kasus aktif dan angka kematian bisa terkontrol.
Menurutnya, dalam strategi ini pemerintah lebih banyak menunggu kehadiran vaksin yang efektif sebagai jalan keluar dari pandemi agar terbentuk herd immunity.
Kemudian starategi keempat adalah Herd Immunity (No Strategy) yaitu tidak ada kebijakan substansial yang dilakukan pemerintah dan menyerahkan kepada kemampuan masing-masing individu untuk bertahan hidup. Strategi ini hanya menunggu hingga terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) secara alamiah.
“Dari keempat strategi itu, Elimination atau Zero-Covid merupakan strategi terkuat dan juga tercatat mampu mengendalikan wabah dalam ragam kondisi berbeda terkait letak geografis, ukuran populasi, maupun sistem politik pemerintahan, seperti China, Vietnam, Singapura, Australia dan Selandia Baru,” ungkap Meli.
Meli mengatakan, negara-negara non strategi zero-Covid bergantung sepenuhnya pada herd-immunity untuk menghentikan pandemi, baik yang diperoleh secara alamih maupun dengan vaksin. Vaksin menjadi jalan keluar tunggal untuk memutus siklus lockdown dan kejatuhan ekonomi.
“Meski kini berbagai vaksin telah tersedia, namun belum diketahui seberapa efektif ia akan memberi perlindungan dan memutus transmisi virus. Kemunculan varian baru virus, semakin menambah ketidakpastian terkait efektivitas vaksin dalam menghapus pandemi. Kendala pasokan, harga dan distribusi yang tidak merata, membuat cakupan vaksinasi juga diyakini akan sulit mencapai batas minimal untuk herd-immunity dalam waktu dekat,” paparnya.
Meli menegaskan bahwa strategi Zero-Covid jelas memiliki dampak negatif dan biaya ekonomi yang besar.
Namun, biaya besar melawan virus juga dialami negara lain yang hanya sekedar mengontrol-nya, dan bahkan jauh lebih besar karena menanggungnya berkali-kali seiring gelombang serangan virus berikut-nya dengan diikuti semakin buruknya prospek perekonomian.
“Sudah saatnya berhenti dari strategi setengah hati, dan secara serius beralih ke strategi eliminasi pandemi yang berkelanjutan, yang melindungi kesehatan publik dan sekaligus perekonomian,” tutup Meli.