ChanelMuslim.com – Perjalanan umat manusia berjalan tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam. Ini yang memicu keprihatinan di seluruh dunia. Termasuk di negara-negara muslim. Maraknya industri yang melakukan pencemaran dan mengambil hasil alam (ekstraktif) yang tidak memikirkan keberlanjutan menempatkan planet kita pada risiko besar. Perlu upaya untuk mendesak Pemerintah dan dukungan multipihak untuk berkomitmen pada pemulihan global dari COVID-19 yang berinvestasi dalam transisi baru ke 100% energi terbarukan, makanan sehat, air bersih, dan udara yang segar untuk semua orang.
Green Faith merupakan gerakan yang dibangun oleh para pemeluk agama di dunia. Mereka berkeyakinan bahwa semua agama memiliki tradisi untuk menjaga kelestarian lingkungan. Ada banyak kesempatan untuk melakukan perubahan dunia secara menyeluruh. Oleh karenanya, Green Faith mengorganisasi para pemeluk agama dan tokoh agama untuk mengembangkan lingkaran tingkat lokal maupun nasional untuk meningkatkan kesadaran akan pelestarian lingkungan.
“Tindakan kami adalah bagian dari aksi hari multi-agama global dengan komunitas agama mengambil tindakan di lebih dari 400 komunitas dan 43 negara di seluruh dunia. Lebih dari 120 organisasi, denominasi, dan garis keturunan, mewakili lebih dari 100 juta orang, lintas agama,etnis dan budaya,” jelasnya.
Perwakilan Dompet Dhuafa, melalui Haryo Mojopahit selaku GM Advokasi & Perlindungan Hukum Dhuafa dalam diskusi melalui kanal DDTV pada (Kamis, 11/03) mengatakan, “Perubahan iklim menurunkan akses air bersih, makanan dan ruang hidup manusia, semakin sulit mengakses ketiganya maka akan berpengaruh ke kesehatan, pendidikan dan produktivitas kerja. Negara-negara miskin dan berkembang akan rentan jatuh ke dalam jurang kemiskinan, perlunya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Perubahan iklim bisa menciptakan kemiskinan, maka itu Dompet Dhuafa bergerak dalam isu perubahan iklim dengan kita menggunakan dana ziswaf diharapkan dapat menggerakan program-program lingkungan, sehingga peran masyarakat akan lebih efektif dalam isu perubahan iklim.”
“Dompet Dhuafa terus gencar dalam program lingkungan seperti waste projects sebagai gerakan pengelolaan sampah dan world clean up day, air untuk kehidupan dalam penjagaan sumber dan pemanfaatan air bagi masyarakat dan Grant Making Sustainable Living dengan memberikan hibah kepada kewirausahaan sosial untuk gaya hidup peduli,” tambah Haryo
Menurut Sri Tantri Arundati selaku Direktur Adaptasi Perubahan Iklam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), “Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan salah satu komitmen kita selain penurunan emisi gas rumah kaca. Komitmen tersebut didukung dengan berbagai indikator, jangan sampai pulau-pulau di Indonesia hilang akibat perubahan iklim, karena setiap pulau punya keanekaragaman hayati yang banyak, tingginya cadangan karbon dan sumber daya energi mineral, kerentanan Indonesia terhadap bencana alam yang diperparah perubahan iklim dan pertimbangan strategi dalam mencapai ketahanan iklim terkait pangan, air dan energi.”
Tindakan ini memperkuat sepuluh tuntutan iklim yang merupakan bagian dari Pernyataan Tanah Suci Rakyat Suci. Tindakan ini menyerukan: diakhirinya bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, dan transisi yang adil dan setara menuju 100% energi terbarukan. Jutaan pekerjaan untuk dibangun menuju dunia dan sumber daya yang lebih baik dan menyambut pengungsi iklim dan orang-orang yang terkena dampak kekacauan iklim.
“Terdapat potensi dampak kenaikan suhu udara, seperti pada pangan dengan menurunnya hasil panen di banyak daerah, khususnya negara berkembang. Ketersediaan air, perubahan ekosistem dengan kerusakan terumbu karang hingga meningkatnya kepunahan jumlah spesies. Kondisi cuaca yang ekstrem hingga risiko dari perubahan besar yang mendadak. Ada beberapa sektor terdampak perubahan iklim yakni wilayah khusus atau infrastruktur, peternakan atau pertanian, kehutanan atau ekosistem, sumber daya air, kesehatan hingga pesisir laut maupun pulau kecil,” tambah Sri Tantri Arundati.
Hening Parlan selaku Ketua Divisi Lingkungan Hidup LLH PB, PP ‘Aisyiyah, mengatakan, “Kami berkomitmen dalam masalah perubahan iklim, salah satunya kami melalui program Hijau Indonesia, dalam menanam pohon jangan menanam saja, harus ada proses menjaganya dengan program pola asuh pohon. Kami pun peduli dengan sampah dengan menggerakan untuk mengurangi sampah plastik dan membuat daur ulang sampah bekerjasama dengan pihak lain. Lalu kita mempunyai program ekonomi dan energi, serta program hijau keluarga dan sekolah. Bahwa dari lebih 85% umat di dunia adalah beragama, kita harus jadikan nilai agama untuk menjadi pertahanan dalam perubahan iklim.”
Keterlibatan perempuan dalam ekosistem energi besih sangat penting, hal ini di utarakan oleh Wini Rizkiningayu selaku Energy Professional Women Mentor & Sustainbility enthusiast, “Ekosistem energi di Indonesia masih perlu lebih banyak keterlibatan perempuan, kita perlu lebih banyak ibu-ibu dimanapun yang terlibat dalam mengelola energi keterbarukan, sehingga kita dapat mengurangi dampak kehidupan keseharian kita terhadap krisis iklim. Sehingga ekosistem kita perlu banyak keterlibatan perempuan agar energi Indonesia terbarukan dan berkelanjutan.”
Terjadinya perubahan iklim berdampak pada banyaknya musibah, namun dengan adanya musibah bisa memberikan makna, “Salah satunya adanya musibah akan berdampak bagi IPTEK dan peradaban serta meningkatkan tantangan dan rangsangan. Pengembangan IPTEK untuk mendeteksi, mencegah dan menghindari musibah serta memitigasi akibat-akibat musibah hingga memajukan peradaban manusia secara bermoral dan bertanggung jawab,” pungkas K. H. Wahfiudin Sakam S.E., M.B.A. Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama Indonesia. [Wnd/rls]