ChanelMuslim.com – Aksi Cepat Tanggap (ACT) menginisiasi sebuah program yang akan lebih mendekatkan dengan saudara-saudara di Palestina, yaitu Sister Family Palestine-Indonesia (SFPI). Dalam program ini, keluarga dermawan Indonesia diajak untuk membantu menopang kebutuhan dasar keluarga-keluarga prasejahtera dengan mempersaudarakan keluarga Indonesia dan Palestina.
Global Humanity Response ACT Andi Noor Faradiba mengatakan bahwa program SFPI ini berlatar belakang permasalahan kemiskinan di Gaza akibat agresi Israel.
“Program ini lahir dari permasalahan besar yang ada di Gaza, dan kita perhatikan memang selalu berakar dan kembali lagi kemiskinan. Jadi program ini berkeinginan menciptakan dan menghubungkan mereka yang memiliki empati besar terhadap saudara-saudara di Palestina, “ kata Adiba, Sabtu (6/2/2021).
Melihat dari data- data terbaru, ACT membuat daftar kebutuhan masyarakat Palestina. Kondisi saat ini, sejumlah 86 % keluarga Palestina dalam kondisi kritis dan mengakibatkan kekuatan pangannya terganggu. Kemungkinan juga ada penyakit akut atau rentan terhadap ketidakamanan, lanjut Adiba.
Program Sister Family Palestina Indonesia menyasar beberapa kategori keluarga, yaitu yang menjadi problematika besar masyarakat Palestina salah satunya adalah yang terlilit utang, kekurangan pangan, dan juga mengalami sakit akut.
Program Sister Family Palestina Indonesia ini tidak hanya bagi yang membutuhkan dana, tapi juga yang memilki kebutuhan khusus.
“Program ini ingin mengenalkan kepada masyarakat Indonesia secara khusus bahwa ada kebutuhan yg tidak tidak berbeda dengan kebutuhan sehari-hari, dan ini kita jadikan dalam satu paket. Kita beritahukan publik bahwa kita juga bisa berkontribusi, dan nilai paket yang akan didistribusikan akan disesuikan dengan jumlah anggota keluarga di Palestina,” ujarnya.
ACT menghitung, dengan konsep satu keluarga terdiri dari 5 anggota keluarga, dibutuhkan sekitar Rp5 juta rupiah untuk masyarakat Gaza agar listrik, kebutuhan pangan, obat-obatan, dan pendidikannya terjamin selama satu bulan.
Adiba juga mengatakan bahwa, untuk donatur yang ingin berkontribusi kepada salah satu keluarga di Gaza, ACT akan mengenalkan dan menjembatani berkomunikasi langsung dengan keluarga di Palestina.
Dalam acara peluncuran Program Sister Family Palestina-Indonesia itu, hadir pula Ustazah Khadijah yang memberikan gambaran bagaimana kondisi di Gaza.
Pada tahun ini, kondisi ekonomi Gaza sangat terpuruk, ditambah selama masa pandemi ini berlangsung, Israel membuat aturan dengan semena-mena dan sangat ketat, banyak wilayah yang dijajah diduduki secara paksa.
“Ada permainan politik yang sangat besar di sana. Sampai saat ini, Palestina terbagi menjadi 2 lokasi yaitu Gaza dan Tepi Barat. Di Gaza sendiri, sudah 15 tahun pemblokadean dilakukan,” ujar Ustazah Khadijah.
Kondisi masyarakat Gaza sangat memprihatinkan. Mereka hanya mendapat jatah listrik sebanyak paling lama 6 jam per hari.
“Selebihnya, masyarakat Palestina harus memutar otak untuk untuk bertahan hidup, terutama rumah sakit. Permasalahan seperti ini yang setiap hari mereka rasakan dan bagaimana menyelesaikan masalah itu di tengah-tengah pemblokadean,” lanjut Ustazah Khadijah.
Sementara di bagian Tepi Barat, tempat tersebut memang tidak diblokade, tapi mobilisasi dan kegiatan lainnya tetap terhambat. Terdapat banyak cek point di wilayah ini yang harus dilewati, belum lagi pihak Israel yang selalu mencari-cari kesalahan, juga kebijakan pajak yang tidak masuk akal.
“Apalagi di daerah Kota Tua, kalau tidak memiliki kartu khusus, mereka tidak akan bisa ke Masjidil Aqsha. Terdapat pembagian zona. Jika kita lahir di daerah Zona A, kita tidak bisa memiliki kebebasan masuk di kota-kota lainnya, padahal masih di negaranya sendiri,” ujarnya
Tingkat kemiskinan di Gaza mencapai sekitar 80%. Kebutuhan sosial masyarakat sangat tinggi, bahkan United Nation (UN) memprediksi Gaza tidak layak huni, 90% air tercemar, tidak ada lahan pertanian yang aman, tidak ada kesempatan bekerja walapun pendidikannya bagus.
“Namun, dengan begitu mereka tidak punya pilihan hidup lainnya, pada akhirnya mereka menerima saja. Kita lahir di sini, mati di sini, sekarang tinggal bagaimana mempertahankan bangsa ini. Sebagaimana dunia memprediksi Gaza akan mati dan lain sebagainya. Dengan kesulitan yang ada, mereka akan tetap berjuang,” tambah Ustazah Khadijah.
Ustazah Khadijah juga menyampaikan bahwa seharusnya sebagai saudara muslim, kita harus memiliki rasa empati kepada saudara-saudara di Gaza dan menjadi jawaban dari masalah-masalah yang mereka hadapi.
“Di atas segalanya, jangan lupa sekali lagi. Kita adalah hamba Allah, tugas kita menghamba kepada Allah. Al Aqsa adalah tanah suci yang Allah tentukan, mari menghamba kepada Allah dengan menjaga Al Aqsa. Jika Al Aqsa dalam keadaan harus diperjuangkan, mari berjuang untuk Al Aqsa, itulah hakikat penghambaan kita kepada Alah,” tutup Ustazah Khadijah.[ind/Walidah]