Chanelmuslim.com-Inggris dan Belanda merupakan negara yang menganut sistem monarki yang berbeda dengan monarki di negara lain. Sang Ratu yang kini menjadi puncak kekuasaan hanya simbol dari sistem monarki, sementara pemerintahan dipegang sepenuhnya oleh perdana menteri. Inilah kisah sang ratu dan pemerintahan boneka.
Pada dasarnya, monarki adalah sistem pemerintahan yang dilakukan oleh kerajaan. Tapi ada beberapa hal yang membedakan monarki di Inggris dengan monarki di negara lain. Inggris menganut sistem monarki yang kekuasaannya tidak mutlak dipegang oleh ratu, atau disebut monarki konstitusional.
Ratu adalah simbol keagungan tapi tidak boleh ikut campur dalam kebijakan politik, sistem dwi partai, dll.
Inggris menunjukkan bahwa monarki yang mereka anut tidak tergantung terhadap kekuasaan raja atau ratu. Mereka hanyalah simbol diagungkan, tapi tidak punya kekuatan dalam pemerintahan. Itulah kenapa setiap kebijakan politik Inggris selalu dilakukan oleh perdana menteri yang terpilih.
Pada 9 September 2015, Ratu Elizabeth II melampaui rekor nenek buyutnya, Ratu Victoria, dengan berkuasa selama 63 tahun 7 bulan.
Ratu Elizabeth II menjadi penguasa Kerajaan Inggris pada 1952 ketika masih berusia 25 tahun setelah ayahnya, Raja George VI, wafat.
Di antara tugas Ratu Elizabeth II adalah melakukan kunjungan resmi ke berbagai negara. Tercatat sebanyak 116 negara sudah dikunjungi sang ratu. Selain itu, tugas lain sang ratu adalah memberikan tanda penghargaan kepada warga Inggris. Sebanyak 412.750 gelar kehormatan telah diberikan ratu selama ini.
Bertekad untuk mempertahankan tahta hingga akhir usia, Ratu Elizabeth II yang tahun ini berusia 89 tahun tetap berkharisma di mata rakyat Inggris.
Berbeda dengan Inggris, Ratu Beatrix dari Belanda pada 2013 telah menyerahkan tahtanya kepada putra pertamanya, Pangeran Willem-Alexander.
Sang Ratu yang lahir pada tahun 1938 itu telah meraih simpati luas rakyat Belanda selama 33 tahun berkuasa karena memberi sentuhan modern dan citra pekerja keras kepada kerajaan Belanda.
Melanjutkan ibundanya yang amat dia cintai, Juliana, pada 1980, dalam usia 42 tahun, Beatrix dengan cepat mengubah segalanya begitu dinobatkan.
Berseberangan dengan gaya berkuasa ibunya yang rendah hati, Beatrix menolak berperan sebagai tukang gunting pita, dia mengubah panggilan “nyonya” menjadi “yang mulia”, dan mengubah salah satu istana kerajaan di Den Haag menjadi istana kerja.
Di istana ini, dia menerima para kepala negara dan menggelar pertemuan mingguan dengan para perdana menteri untuk mendiskusikan masalah pemerintahan, sampai dia digelari “CEO Belanda”.
Dia juga menandatangani UU dan memainkan peran penting dalam politik Belanda dengan menunjuk seorang formatur yang mempelajari kemungkinan pemerintahan koalisi hasil pemilu.
Tapi tahun 2012, ketika Perdana Menteri Mark Rutte terpilih menjadi kepala pemerintahan untuk kedua kalinya, untuk pertama kalinya dia tidak aktif terlibat dalam penunjukan formatur.
Kedua ratu ini dapat menjadi contoh wanita sebagai pemimpin dunia. Bagaimana gaya sang ratu dalam pemerintahan boneka, sebuah pemerintahan yang tidak sepenuhnya memiliki kekuasaan, bahkan hanya simbol, tapi mempunyai tempat di masyarakat.
(ind/berbagaisumber)