ChanelMuslim.com – Vaksin COVID-19 akan menyasar 107 juta orang dengan 75 juta di antaranya adalah vaksin mandiri dan 32 juta ditanggung pemerintah. Anggota Komisi VI Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Abdurrahman mengatakan bahwa pemerintah harus dapat mencegah terjadinya praktik pemburu renten dalam penyediaan vaksin COVID-19, mengingat jumlah target pengguna vaksin COVID-19 yang tidak ditanggung pemerintah sangat besar.
“Pemerintah harus hadir dalam mengatur harga vaksin COVID-19 dan tidak menyerahkan kepada mekanisme pasar, agar harga vaksin COVID-19 yang diberlakukan tidak membebani masyarakat”, kata Mahfudz, Ahad (13/12/2020).
Kedatangan vaksin COVID-19 Sinovac pada hari Ahad (6/12/20) mendapat sorotan masyarakat Indonesia. Persoalan pengadaan vaksin ini sangat kontroversial karena uji klinisnya belum selesai, masih belum dapat diketahui efektivitasnya.
“Vaksin yang nantinya akan disuntikkan ke masyarakat harus dipastkan benar-benar aman dan halal, serta tidak memberatkan perekonomian masyarakat yang sedang terpuruk akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan,” tambah Mahfudz.
Mahfudz menjelaskan bahwa saat ini, beberapa negara di dunia sudah ada yang memproduksi vaksin COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah harus jeli dan bijak dalam memutuskan vaksin dari negara mana yang akan dibeli, mengingat setelah vaksin didatangkan dari negara lain harus melalui proses izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Pemerintah diharapkan tidak membeli terlebih dahulu vaksin COVID-19 Sinovac di tahun kedua sebelum EUA terhadap vaksin COVID-19 Sinovac sudah diterbitkan oleh BPOM,” tambah Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Barat VI (Kota Depok, Kota Bekasi) itu.
Seperti diketahui, sudah ada beberapa negara yang mengumumkan mengenai pembuatan vaksin Covid-19 yakni Rusia, China, dan Inggris. Rusia memproduksi vaksin COVID-19 yang diberi nama Sputnik V, vaksin tersebut telah dilisensikan untuk penggunaan lokal pada Agustus lalu. China sendiri mengembangkan vaksin COVID-19 yang diberi bernama Sinovac, kabarnya vaksin Sinovac tidak menimbulkan efek samping yang serius dalam kombinasi uji coba fase satu dan fase dua yang diluncurkan pada Mei 2020 yang lalu. Sementara itu, Inggris juga melakukan uji coba vaksin corona yang diberi nama vaksin Oxford, yang saat ini masih dalam pengujian tahap tiga.
Dalam keterangan tertulisnya, Mahfudz menyampaikan bahwa pemerintah harus dapat memastikan koordinasi yang baik antar Kementerian teknis dalam penyediaan vaksin COVID-19. Mengingat pemilihan dan penentuan jumlah vaksin menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan, sedangkan untuk pembelian atau kerja sama dilakukan oleh Kementerian BUMN.
“Adanya koordinasi yang baik antar Kementerian teknis diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang tepat dalam penyediaan vaksin COVID-19 sehingga dapat memenuhi kebutuhan 107 juta masyarakat dengan baik,” tutup Mahfudz.[ind]