ChanelMuslim.com- Jika tidak ada aral melintang, malam nanti akan menjadi momen penting bagi kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS). Dijadwalkan, HRS akan berangkat dari Saudi pada jam 19.30 dan akan tiba di Jakarta pada jam 9 pagi keesokan harinya.
Namun, pada hari-hari terakhir ini, sorotan publik bukan hanya pada kepulangan HRS itu. Melainkan juga, pada sosok lain yang seolah menjadi kontra yaitu Menkopulhukam, Mahfud MD (MMD). Karena di saat bersamaan, HRS bukan hanya mengumumkan jadwal kepulangannya ke tanah air, tapi juga suara kemarahan. Ia juga menyebut akan menggugat pihak-pihak yang mengatakan bahwa dirinya overstay.
Siapakah pihak itu? HRS tidak menyebutnya secara spesifik. Tapi publik bisa menilai siapa saja yang begitu mencolok mengatakan bahwa seolah ada masalah besar di pihak HRS. Antara lain, HRS disebut overstay, HRS diekstradisi oleh pemerintah Saudi, dan lainnya.
Pihak HRS melalui juru bicaranya telah menjelaskan bahwa semua tuduhan itu tidak benar. Menurut mereka, jika HRS disebut overstay, maka itu berarti melakukan pelanggaran imigrasi. Dan di Arab Saudi, para pelanggar itu akan dihukum.
Tapi kenyataannya, hal itu tidak dialami HRS. Karena selama tiga tahun di sana, menurut para jubir HRS, HRS bisa bebas beribah haji setiap tahun, bisa melaksanakan umroh tiap pekan, bisa menerima kunjungan tamu-tamu dari luar Arab Saudi, bisa melaksanakan Maulid Nabi bersama simpatisannya, bahkan bisa menikahkan puterinya di sana.
Begitu pun dengan tuduhan diekstradisi. Tuduhan itu menurut mereka tidak memiliki dasar apa pun. Karena HRS tidak pernah melakukan pelanggaran imigrasi. Masa berlaku izin tinggal di Saudi HRS berakhir pada 13 November. Jika HRS pulang pada 10 November, hal itu berarti tidak ada pelanggaran apa pun dari HRS.
Menariknya, kalau pihak HRS menyampaikan sanggahan tersebut dengan kualitas argumentasi yang lumayan kuat, tidak begitu dengan pihak yang menuduh. Dan sudah terlanjur dipahami publik bahwa pihak yang menuduh itu terpusat pada satu sosok yaitu Mahfud MD. Sayangnya, referensi yang disampaikan mantan ketua MK itu lebih kepada menurut seseorang. Seperti, saya dapat informasi begini dan begitu. Bukan sebuah dokumen atau surat tertentu yang menguatkan pernyataannya itu.
Karena fakta yang bisa disaksikan publik bahwa HRS tidak pernah diborgol oleh pemerintah Arab Saudi. HRS tidak pernah ditangkap, apalagi dipenjara. HRS begitu bebas menerima kunjungan tamu-tamu dari luar negeri termasuk tokoh-tokoh dari Indonesia, seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat menjelang Pilpres lalu.
Pernyataan-pernyataan Mahfud MD bahwa HRS bermasalah seperti melontarkan tuduhan di atas akhirnya menjadi perbandingan dua sosok tokoh yang bisa dinilai oleh publik. Siapakah yang sebenarnya bermasalah: HRS atau MMD.
Kalau dari segi fakta menunjukkan bahwa pihak HRSlah yang dinilai publik lebih masuk akal, seperti fakta di atas, maka boomerang akan kembali kepada pihak MMD. Masalahnya, MMD tidak bicara sebagai sosok pribadi. Bukan sebagai akademisi atau pengamat politik. Melainkan sebagai Menkopolhukam yang menjadi perwakilan pihak pemerintah.
Di sinilah masalahnya. Dengan sosok MMD sebagai perwakilan pemerintah, itu akan sama artinya bahwa publik sedang membandingkan antara HRS dengan kualitas kebijakan pemerintah Indonesia yang juga dinilai pihak luar negeri.
Andai saja MMD bisa berhitung bahwa sosoknya mewakili pemerintah terhadap segala ucapan yang disampaikan tentang HRS, tentu ia harus menguji terlebih dahulu kesahihan isi ucapannya, termasuk tuduhan overstay dan ekstradisi. Bukan dengan ucapan, seperti informasi yang saya dapatkan dan sejenisnya.
Dan publik pun menilai, kenapa pemerintah begitu repot-repot membidik dengan tembakan kaliber besar seperti sosok MMD hanya untuk kepulangan HRS. Padahal, kenyataannya HRS memang belum tiba di tanah air saat tembakan itu dilontarkan.
Kenyataan lain, HRS adalah tokoh, setidaknya untuk umatnya yang tidak sedikit di tanah air. Beliau bukan seperti Djoko Tjandra saat berada di luar negeri. HRS juga bukan bandar narkoba yang melarikan diri karena cari aman. Kenyataannya, HRS adalah pimpinan ormas Islam yang sosoknya begitu fenomenal karena mampu menghimpun jutaan orang di aksi keagamaan 212 yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo.
Hal yang terasa miris ini akhirnya memunculkan pertanyaan publik: kok bisa sosok sekaliber MMD yang mantan Ketua MK yang dikenal adil, sosok sekaliber penasihat KPK yang dikenal berani, sosok pejuang demokrasi bersama Gus Dur yang dikenal ulet, sosok ilmuwan hukum tata negara yang dikenal cerdas; mengeluarkan seluruh “pelurunya” untuk “menembak” HRS, padahal yang bersangkutan belum lagi tiba di tanah air. Parahnya lagi, tembakan itu seolah meleset seratus persen. (Mh)