ChanelMuslim.com- Di sebuah negeri nan jauh, generasi mudanya memiliki keunikan tersendiri. Mereka suka mendandani diri mereka dengan berbagai polesan di wajah. Dan tampaklah berbagai karakter wajah. Ada tertawa, senyum, sedih, cemberut, dan lainnya.
Berbagai bentuk karakter ini bisa berganti tiap hari. Tak ada kesepakatan antara anak-anak muda ini. Terserah masing-masing mau menampakkan karakter apa. Kalau bosan dengan gembira, dipilihlah sedih, cemberut, dan begitu sebaliknya.
Namun begitu, tidak pernah terjadi muncul karakter yang sama secara bersamaan. Semua karakter selalu ada. Cuma pemerannya saja yang berbeda.
Hampir tak seorang pun warga yang tahu sejak kapan tradisi ini lahir. Mungkin sejak masa kakek mereka. Atau di atasnya lagi.
Negeri itu dipimpin oleh raja yang unik. Dan keunikan ini berlangsung sejak dua generasi masa dinasti. Dari raja sebelumnya hingga sekarang, sosok raja seperti tak berubah. Mimik wajahnya sulit ditebak. Apakah sang raja sedang marah, sedih, gembira; tak seorang pun tahu. Raja bisa menangis padahal wajahnya terlihat ceria. Ia juga bisa menyiksa warga padahal mimik wajahnya tampak gembira.
Boleh jadi, wajah-wajah polesan menyerupai badut oleh generasi di negeri itu sebagai cerminan dari karakter unik sang raja. Kalau sang raja tidak bisa ditebak sedang merasakan apa, warganya pun menampakkan polesan wajah yang tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
Suatu hari, raja mengumpulkan generasi mudanya itu dalam sebuah pertemuan besar. Di pertemuan itu, raja tiba-tiba tertawa lepas. Hadirin dengan polesan wajah gembira pun berdiri. Mereka mengangguk-angguk, tapi tidak bersuara. Hanya suara tertawa raja yang memenuhi seisi ruangan itu.
Pengawal istana pun tiba-tiba bergerak cepat menangkap mereka yang berdiri. Mereka diduga menghina raja. Walaupun raja sedang tertawa saat itu, sebenarnya ia sedang sakit gigi. Kenapa raja sedang sakit gigi, polesan wajah mereka menampakkan rasa gembira.
Satu per satu mereka diperiksa. Apakah kalian menghina raja? Begitu di antara isi pemeriksaan. Semua yang diperiksa, walaupun tidak bersamaan, menjawab tidak. Mereka jelaskan bahwa polesan wajah gembira tidak menunjukkan perasaan mereka sebenarnya. Justru, mereka saat berdiri itu mengungkap rasa duka dan prihatin. Polesan wajah gembira hanya menghargai tertawa raja.
Jawaban itu memuaskan para pemeriksa. Mereka pun dilepaskan. Tidak terbukti dari mereka adanya unsur penghinaan raja. Justru mereka bersimpati dengan raja meskipun dengan polesan wajah seperti menghina.
Pertemuan dengan raja pun dilanjutkan keesokan harinya. Seperti biasanya, semua yang hadir dengan polesan wajah aneka karakter: gembira, sedih, marah, dan ceria. Di acara itu, raja tiba-tiba marah. Sebegitu marahnya, ia melempar hiasan bunga di sekitarnya, membalikkan bangku dan meja miliknya.
Semua hadirin dengan polesan wajah marah pun berdiri. Mereka mengangguk-angguk, tanpa sedikit pun mengeluarkan suara. Hanya suara sumpah serapah raja yang memenuhi seisi ruangan itu.
Tak lama, para pengawal istana lagi-lagi menangkapi semua warga yang berdiri. Mereka diduga menghina raja. Pasalnya, meski tampak marah, sebenarnya raja sedang gembira karena mendapat kabar kelahiran puteranya.
Seperti pada pemeriksaan kasus pertama, semua yang ditangkap dilepaskan. Mereka tidak terbukti menghina raja. Wajah marah mereka hanya polesan. Sama sekali tidak menunjukkan perasaan mereka yang sebenarnya. Justru, mereka berdiri sebagai ungkapan bahagia karena raja sedang gembira.
Begitulah seterusnya suasana interaksi raja dengan warganya. Raja yang menampakkan wajah gembira ketika kesal, dan wajah marah ketika bahagia; disambut dengan wajah-wajah aneka polesan warga.
Tak ada kelebihan dari generasi yang dilahirkan dari negeri itu. Kecuali, generasi badut dengan berbagai polesan karakter wajah. Karakter yang tidak menunjukkan perasaan sebenarnya. Karakter yang digunakan hanya agar mereka bisa selamat dari murka raja. (Mh)