ChanelMuslim.com – PP Muslimat Hidayatullah menilai pendidikan sexual consent merupakan justifikasi terhadap pelanggaran norma agama dan budaya bangsa Indonesia.
Ketua PP Muslimat Hidayatullah (Mushida) Reny Susilowati, M.Pd.I mengatakan bahwa pendekatan ‘sexual consent’ dalam materi tentang pencegahan perkosaan dan pelecehan seksual serta berbagai jenis kejahatan seksual lainnya itu, selain merupakan pendekatan feminisme, juga memberikan justifikasi untuk menerabas batas-batas norma-norma agama dan budaya bangsa Indonesia.
“Pendidikan seks itu mengajarkan mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang halal dan mana yang haram dalam bingkai norma hukum serta agama, bukan sekadar consent atau persetujuan kedua belah pihak yang menimbulkan sikap permisif terhadap perilaku seks bebas,” tulis Reny dalam rilis yang diterima ChanelMuslim.com, Kamis (24/9/2020).
Menurut Mushida, materi pencegahan perkosaan dan pelecehan seksual di kampus harus diberikan secara komprehensif, tidak boleh parsial. Apalagi tidak berdasarkan norma hukum dan agama. Oleh karena itu, mengajarkan pendidikan seksual berdasarkan paradigma sexual consent yang tidak dihubungkan dengan pernikahan demi alasan menghindari kekerasan seksual justru merupakan kejahatan seksual itu sendiri.
Islam adalah agama rahmatan lil a’lamin (rahmat bagi seluruh alam semesta). Dalam Islam, tidak ada kekerasan seksual karena praktek seksual hanya boleh dilakukan bagi pasangan suami isteri yang sah menurut hukum dan undang-undang.
“Bagi suami isteri, kegiatan seksual adalah sebuah ibadah yang bisa mendapatkan pahala amal shaleh. Suami diajarkan adab dan kesantunan terhadap istrinya, begitupun sebaliknya. Maka dalam Islam kegiatan seksual di antara pasangan suami istri membingkai kodrat yang hakiki sebagai manusia di hadapan Tuhan dan juga masyarakat,” tutup Reny.[ind]