USTAZAH, saya mempunyai anak perempuan. Kemarin mencoba taaruf, bolehkah orangtua menemani anak mengobrol saat taaruf?
Ada rencana, untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas dalam pertemuan berikutnya.
Saya menyarankan biar mereka bisa agak detail bertanya, misal mereka ngobrol di ruang tamu, terus dekat ruang tamu, ada ruang musholla yang kelihatan dari ruang tamu. Boleh enggak Ustazah, kami duduk di situ?
Tapi suami saya tidak setuju, tetap harus ditemani. Bagaimana menurut Ustazah? Rencana saya dan ibunya ikhwan itu menemani di ruang musholla, masih kelihatan dari ruang tamu.
Dengan maksud kalau ada yang ditanyakan mereka berdua, mereka tidak sungkan karena ada kami.
Baca Juga: Adab-adab Taaruf saat Berkenalan dengan Lawan Jenis di Media Sosial
Bolehkah Orangtua Menemani Anak Mengobrol saat Taaruf?
Ustazah Herlini Amran, M.A. menjelaskan bahwa ta’aruf adalah proses saling mengenal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebelum mereka memutuskan untuk menikah.
Pengenalan tersebut bisa bersifat jasadi yaitu mengenal fisik dari masing-masing calon. Termasuk informasi tentang penyakit yang pernah diderita.
Ta’aruf fikri yaitu mengenal pemikiran atau wawasan hidup, apakah memiliki pemikiran yang sejalan atau tidaknya.
Adapula taaruf ruhiyah yaitu bagaimana visi dan misi ke depan dari calon pasangan tersebut.
Tentu saja, pihak ketiga harus mendampingi mereka untuk mengarahkan dan membimbing pembicaraan mereka agar informasi dapat mereka miliki secara detail.
Perlu arahan diskusi dan pembicaraan seputar visi dan misi mereka dalam pernikahan. Termasuk pemahaman mereka soal hak, kewajiban, hak dan kewajiban bersama dalam rumah tangga yang akan mereka bangun kelak.
Tak kalah pentingnya adalah menggali informasi tentang pola komunikasi dan hubungan mereka dengan keluarga masing-masing pihak, sebab dalam pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan tapi juga antara keluarga besar mereka.
Pada saat ta’aruf inilah mestinya sarana menggali informasi masing-masing pihak yang akan menikah didapat secara detail.
Kehadiran pihak ketiga sangat penting berada bersama mereka, tidak hanya sebagai pengarah dan pembimbing jalannya komunikasi, namun juga tuntunan agama yang melarang berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.
Walaupun posisi mereka tidak jauh.
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, pandangan suami sudah tepat, tidak membiarkan mereka saja dalam ta’aruf, tapi memang harus didampingi. Wallohu a’lam.[ind]