HUKUM bermain dadu dalam Islam yaitu makruh dan haram. Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan mengenai permainan dadu sebagai berikut.
Dari Burairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ، فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ
Barang siapa yang bermain dadu maka seolah dia mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi. (HR. Muslim No. 2260)
Disamakannya bermain dadu dengan memegang langsung daging dan darah babi menunjukkan keharamannya, dan itu merupakan pendapat mayoritas ulama.
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وهذا الحديث حجة للشافعي والجمهور في تحريم اللعب بالنرد وقال أبو إسحاق المروزي من أصحابنا يكره ولا يحرم
Hadis ini menjadi hujjah (dalil) bagi Imam Asy Syafi’i dan mayoritas ulama tentang haramnya bermain dadu. Abu Ishaq Al Marwazi mengatakan makruh, tidak haram. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 15/15)
Imam Ali Al Qaari Rahimahullah berkata:
قال المنذري ذهب جمهور العلماء إلى أن اللعب بالنرد حرام وقد نقل بعض مشايخنا الإجماع على تحريمه
Berkata Al Mundziriy: “Mayoritas ulama berpendapat haramnya bermain dadu. Sebagian guru kami menukil adanya ijma’ (konsensus) atas keharamannya.” (Mirqah Al Mafatih, 13/242)
Keharaman ini walaupun tanpa dibarengi uang, sebab dadu sendiri sudah termasuk judi, mengundi nasib. Ada pun jika pakai uang tentu lebih berat lagi.
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma berkata:
النَّرْدُ هِىَ الْمَيْسِرُ
Dadu adalah judi. (Imam Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 6507)
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
وما خلا من القمار، وهو اللعب الذي لا عوض فيه من الجانبين، ولا من أحدهما، فمنه ما هو محرم، ومنه ما هو مباح . فأما المحرم : فاللعب بالنرد. وهذا قول أبي حنيفة، وأكثر أصحاب الشافعي. وقال بعضهم: هو مكروه، غير محرم.
Permainan yang tanpa taruhan yaitu permainan tanpa bayaran dari dua pihak, atau salah satunya, ada jenis yang diharamkan dan ada yang dibolehkan.
YANG DIHARAMKAN adalah MAIN DADU, inilah perkataan Abu Hanifah dan mayoritas pengikutnya Asy Syafi’i.
Baca Juga: Paman Saya Suka Berjudi dan Meminjam Uang atas Nama Keluarga, Bolehkah Saya Usir dari Rumah?
Bermain Dadu dalam Hadis Nabi, Fiqih Salaf, dan Madzhab
Sebagian lagi mengatakan makruh dan tidak haram. (lalu Beliau menyebut beberapa hadis tentang dadu)
إذا ثبت هذا، فمن تكرر منه اللعب به، لم تقبل شهادته، سواء لعب به قمارا ، أو غير قمار. وهذا قول أبي حنيفة، ومالك، وظاهر مذهب الشافعي
Jika hadis ini shahih, maka siapa yang mengulang-ulang main dadu tidaklah diterima kesaksiannya, BAIK PAKAI UANG atau TIDAK. Inilah pendapat Abu Hanifah, Malik, dan zhahirnya madzhab Asy Syafi’i.
(Al Mughni, 10/150)
Naafi’ bercerita tentang Ibnu Umar:
كان إذا وجد أحدا من أهله يلعب بالنرد ضربه وكسرها
Jika dia mendapatkan salah satu keluarganya bermain dadu maka dia akan memukulnya (anggota keluarganya) dan menghancurkannya (dadu). (Syu’abul Iman No. 6506)
Aslam Al Munqiriy bercerita:
كَانَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ إذَا مَرَّ عَلَى أَصْحَابِ النَّرْدِ لَمْ يُسَلِّمْ عَلَيْهِمْ
Dahulu Sa’id bin Jubeir jika melewati para pemain dadu, dia tidak akan mengucapkan salam kepada mereka. (Imam Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 26697)
Ziyad bin Hudair melewati sekelompok orang bermain dadu, dia mengucapkan salam kepada mereka, dia tidak tahu mereka sedang main dadu, lalu dia kembali lagi dan berkata:
رُدُّوا عَلَيَّ سَلاَمِي
Kembalikan kepadaku salamku. (Ibid No. 26698)
Dari keterangan di atas, ada beberapa sikap para ulama:
1. Jika memakai qimaar (taruhan), ini haram dan sepakat semua ulama.
2. Jika tidak pakai taruhan, hanya sekadar permainan hiburan saja atau untuk sarana pendidikan.
Ada dua pendapat, yaitu mayoritas tetap mengharamkan. Seperti yang dikatakan Imam Ibnu Qudamah. Walau pun dipakai untuk game edukasi, tetap haram.
Berdasarkan kaidah:
الغاية لا تبرر الوسيلة الا بالدليل
Tujuan yang baik tidaklah menghalalkan berbagai sarana kecuali berdasarkan dalil.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
فالذي يظهر تحريم اللعب بالنرد مطلقا، *ولو كانت في لعبة يراد منها التعلم ، أو التعريف بالإسلام ، والوسائل التعليمية* ، والعروض الإلكترونية : كثيرة متاحة ، يمكنك أن تستعين بها على تسهيل المعرفة ، بدلا من هذه اللعبة المحرمة .
Yang benar adalah haramnya dadu secara mutlak. Walau permainan itu bermaksud untuk pengajaran, atau mengenal Islam, dan sarana pendidikan.
Ada pun alat-alat elektronik itu banyak dan mudah diperoleh, sehingga memungkinkan Anda untuk memanfaatkannya untuk alat belajar, sebagai ganti permainan yang diharamkan ini.
(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 292703)
Sebagian kecil ulama salaf hanya memakruhkannya, ada pula yang membolehkannya.
Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah berkata:
وَمَا أَعْلَمُ أَحَدًا أَرْخَصَ فِي اللَّعِبِ بِهَا إِلَّا مَا جَاءَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ (وَعِكْرِمَةَ وَالشَّعْبِيِّ وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ) فَإِنَّ شُعْبَةَ رَوَى عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُغَفَّلِ وَهُوَ يُلَاعِبُ امْرَأَتَهُ الْخُضَيْرَاءَ بِالْقِصَابِ يَعْنِي النَّرْدَشَيْرِ
وَرُوِيَ عَنْ عِكْرِمَةَ وَالشَّعْبِيِّ أَنَّهُمَا كَانَا يَلْعَبَانِ بِالنَّرْدِ وَذَكَرَ ابْنُ قُتَيْبَةَ عَنْ إسحاق بن رَاهَوَيْهِ عَنِ النَّضْرِ بْنِ شُمَيْلٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ وَسُئِلَ عَنِ اللَّعِبِ بِالنَّرْدِ فَقَالَ إِذَا لَمْ يَكُنْ قِمَارًا فَلَا بَأْسَ بِهِ قَالَ إِسْحَاقُ إِذَا
لَعِبَهُ عَلَى غَيْرِ مَعْنَى الْقِمَارِ يُرِيدُ بِهِ التَّعْلِيمَ وَالْمُكَايَدَةَ فَهُوَ مَكْرُوهٌ وَلَا يَبْلُغُ ذَلِكَ إِسْقَاطَ شَهَادَتِهِ
Aku tidak ketahui adanya keringanan dalam memainkan dadu kecuali dari Abdullah bin Mughaffal (dan Ikrimah, Asy Sya’bi, Sa’id bin al Musayyab).
Syu’bah meriwayatkan dari Yazid bin Abi Khalid, dia berkata: “Aku masuk ke rumah Abdullah bin Mughaffal, dia sedang main dadu bersama istrinya.”
Diriwayatkan dari Asy Sya’bi dan ‘Ikrimah, bahwa mereka berdua bermain dadu.
Ibnu Qutaibah meriwayatkan dari Ishaq bin Rahawaih, dari An Nadhr bin Syumail, dari Syu’bah, dari Abdu Rabbih, dia berkata:
Aku mendengar Sa’ id bin al Musayyab ditanya tentang main dadu, dia berkata: “Jika tidak taruhan, tidak apa-apa.”
Ishaq mengatakan jika maksud bermain dadu itu tanpa qimaar (taruhan), dan bermaksud untuk pengajaran dan strategi, maka itu makruh. Tidak sampai gugur kesaksiannya.
(At Tamhid, 13/180)
Sementara Syaikh Yusuf al Qaradhawi Hafizhahullah berkata:
فالراجح جوازه بشرط
Pendapat yang lebih kuat adalah BOLEH, tapi bersyarat.
(Al Islam wal Fan, hal. 76)
Syarat yang dimaksud adalah tanpa taruhan, tidak sampai berlebihan dan melalaikan dari kewajiban, dan tidak disertai perkataan yang buruk. Demikian. Wallahu alam.[ind]