ChanelMuslim.com – “Ben mau belajar apa?” tanyaku
Ben: “Lagu-lagu saja, Mi. Tentang bulan-bulan setahun.”
Aku: “Oke deh.”
“Santai saja deh, nggak belajar serius sepekan nggak membuat bodoh kok. Apalagi baru kelas 1 SD. Masih ada 5,5 tahun lagi,” pikirku.
Kita nggak bisa menyamakan suasana di sekolah dengan di rumah. Apalagi bagi ibu-ibu yang bukan background guru. Nggak ikut pelatihan pula. Tentu saja cara mengajar ibu berbeda dengan guru di dalam kelas.
Di kelas, anak ada dalam lingkungan yang formal, situasi yang membuat mereka jadi duduk tertib, suasana kelas dengan meja kursi dan papan tulis, dan juga pintu ditutup rapat. Itu sudah memberikan nuansa khusus, nuansa tertib. Jadi, anak-anak harus duduk dan disiplin, duduk dan mendengarkan.
Di situlah guru berperan memberikan banyak nilai dan pelajaran. Bahkan sudah terekam dalam otak mereka belajar ya meja kursi di kelas.
Beda dengan mama, tempat bermanja, apalagi dengan lingkungan yang hangat dan hommy di depan TV. Lalu, dekat meja makan yang ada biskuit, roti tadi pagi dan sup ayam si Mbok. Alhasil, konsentrasi terganggu. Meja ruang tamu dengan toples kacang juga berubah menjadi tempat menulis tugas Matematika.
Wah, jangan harap anak bisa disiplin. Tentara sekalipun kalau pulang ke rumah maunya santai dan tidur.
Psikologi rumah dengan suasananya yang sudah terbangun di bawah alam sadar anak, bahwa rumah untuk istrahat dan mama tempat bermanja nggak akan bisa menggantikan peran guru di sekolah.
Pembelajaran kayak begini hanya mampu menyerap 30-50 persen dari sekolah. Sunguh tak maksimal. Guru-guru pun kelabakan dengan system distance learning, target banyak yang tidak akan tercapai. Kami pun kasihan pada orang tua murid. Jadi tak adalah target yang dipaksakan harus tercapai.
Orang tua bukan guru. Belum pernah ikut pelatihan guru yang berjam-jam penuh pelototan. Ini training di JISc kalau sama Principal. Hehe.
Training dari pukul 8 pagi kadang sampai pukul 18.00. Ada juga microteaching dadakan, seminar terusan, belum lagi sms yang bunyi siang malam menanyakan ini dan itu.
Mulai dari lesson plan, activities, hingga metode ini metode itu. Semua guru di JISc, JIBBS, dan JIGSc ikut pelatihan bertahun-tahun setiap bulan. Maka, secara mental dan keahlian sudah terasah. Insha Allah.
Jadi jangan samakan kemampuan orang tua dengan guru dalam mendidik anak. Sangat wajar bila timbul stres dan bingung. Kami pun kasihan dan paham. Semoga musibah International ini segera berlalu dan tugas mengajar bisa cepat kami ambil alih lagi.
Kami pun rindu anak-anak dan memang tugas kami untuk memastikan proses pembelajaran dari awal hingga akhir. Semoga 2 pekan ini selesai dan kembali normal. Walaupun mendengar berita korban yang berjatuhan semakin banyak.
Terima kasih untuk orang tua murid di mana pun berada, yang mengajar ananda dengan suka cita. Kami pun tak sabar ingin memeluk erat ananda semua. Rindu.
Ben, anakku, tong ting tong menulis di whatsapp, “Teacher, I miss you.”
Uminya cemberut cemburu, “Hmm, you never say like that to me?”
Dan Ben pun memeluk malu. Tapi aku paham. Guru dan anak harus dekat. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak. Mereka seperti cinta yang tak dapat dipisahkan.
Jadi bila orang tua tampak lebih galak dari guru ketika mengajar di rumah, ya wajarlah. Karena;
1. Situasi sekolah dan rumah yang berbeda. Kerjaan orang tua juga nggak cuma mengajar saja.
2. Metode classical. Anak banyak dengan anak sendiri juga beda.
3. Perlu pelatihan yang sangat banyak dan bertahun-tahun. Guru menjadi sabar? Nggak juga. Kalau di sekolah anak menurut jarena malu sama temannya. Kalau di rumah kan sudah biasa dengan mama dan adik-adik jadi tak malu kalau tidur tiba-tiba.
4. Orang tua khawatir anak nggak bisa atau nggak mencapai target yang diberikan oleh guru lewat WAG. Jadi ketika anak agak malas, mengantuk atau nggak mood, anak tampak nggak bisa dan di situlah orang tua mulai emosi.
Sabar saja Bunda, masih banyak hari. Nanti di sekolah akan diulang lagi dan biasanya guru akan membuat percepatan pengertian dalam pembelajaran. Caranya? Hanya guru yang tahu.
Seperti petani menanam padi, kita tak tahu caranya. Walaupun kita makan berasnya setiap hari dan kita nggak akan bisa menjadi petani. Ya setiap orang ada keahliannya masing-masing.
Berdoa agar wabah yang sangat menyedihkan ini cepat berlalu. Allah Maha Kuasa.
Di ujung tepian sajadah panjangku. Ibu yang guru, guru yang ibu, aku memahami kesulitanmu.
Allah berfirman, “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-talk/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jakartaislamicschoolcom
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
https://www.instagram.com/fifi.jubilea/
Twitter: