APA hukum mencantumkan hari libur agama lain dalam kalender? Bolehkah kita ikut libur saat hari raya agama lain? Ada sebuah pertanyaan yang diajukan kepada Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Assalamualaikum. Afwan. Ustaz, ada yang nanya ke ana, terkait hukum mencantumkan hari libur nasional di kalender yang berkaitan dengan agama selain Islam, seperti kenaikan Isa Al-Masih, atau hari natal itu bagaimana?
Baca Juga: Catat 24 Tanggal dan Hari Libur Nasional 2023
Hukum Mencantumkan Hari Libur Agama lain dalam Kalender
Ustaz Farid menjelaskan bahwa kalender atau almanak, saat ini menjadi salah satu media informasi yang penting dan beragam isi, bukan lagi tanggalan semata.
Di dalamnya ada informasi waktu shalat, hari libur keagamaan dan hari libur nasional. Kadang juga ditambahi dengan kolom untuk nasihat-nasihat keagamaan dan foto kegiatan tertentu. Baik yang dikeluarkan oleh sekolah, kantor, DKM, dan lainnya.
Maka, selama pencantuman hari libur keagamaan itu hanya sebatas informasi saja, itu tidak masalah, dan bukan termasuk ikut mensyiarkan agama mereka.
Hal yang terlarang adalah membenarkan hari raya mereka, ikut berbahagia, dan serta dalam acaranya.
Di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun para sahabat tahu dan kenal hari-hari besar jahiliyah di Madinah, yaitu Nairuz dan Mihrajan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang mereka ikut-ikutan karena telah Allah Ta’ala ganti dengan Idul Fitri dan Idul Adha.
Sebagaimana yang diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu. Atau mereka pun masih ingat peristiwa besar yang pernah mereka alami di masa Jahiliyah seperti perang Bu’ats, perang Kullab, dan lainnya.
Kadang mereka mengingat dan membicarakan peristiwa masa jahiliyah sebagaimana yang diceritakan Harb bin Simak Radhiallahu ‘Anhu dari Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhuma dalam Shahih Muslim.
Dari Harb bin Simak, katanya:
قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لَا يَقُومُ مِنْ مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ الصُّبْحَ أَوْ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِي أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّم
Saya berkata kepada Jabir bin Samurah: Apakah kau pernah bermajelis dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Beliau menjawab: “Ya, banyak. Beliau tidaklah bangun dari tempat shalatnya di waktu shalat subuh atau pagi sampai terbitnya matahari.
Jika matahari telah terbit dia bangun. Dahulu mereka membicarakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami ketika masih jahiliyah, lalu mereka tertawa dan tersenyum.” (HR. Muslim No. 670)
Demikian. Wallahu a’lam.[indSyariahConsultingCenter/Cms]