TAHUKAH Sahabat Muslim kalau Subuh di Turki itu waktunya lebih siang dari di Indonesia? Ketika kita berkunjung ke Turki, jangan heran jika shalat Subuhnya “kesiangan” terus jika merujuk jam shalat di Indonesia. Pasalnya, Subuh di Turki berkisar antara jam tujuhan.
Turki merupakan negeri muslim yang unik. Berada di kawasan Eropa, tapi memiliki budaya keislaman yang lumayan kokoh: menjamurnya bangunan masjid, busana muslimah di hampir semua warga wanitanya, dan kumandang azan yang saling bersahutan layaknya di negeri kita.
Hal tersebut boleh jadi sangat wajar. Pasalnya, hampir seratus persen warga Turki beragama Islam, yaitu 99,8 persen. Dari angka ini, prosentase umat Islam di Turki berada di atas Indonesia yang berkisar antara 80 hingga 90 persen.
Ketika kita pertama kali berada di negeri bekas Kekhalifahan terakhir Islam ini kita seperti berada di alam tidak sadar. Secara nyata kita berada di lingkungan orang bule, tapi hampir semua orang-orangnya lazim mengucapkan ‘Salamu Alaikum”.
Selain jilbab yang begitu marak di hampir semua tempat umum, kemana pun kita pergi selalu ada menara masjid yang menjulang tinggi, bahkan melampaui ketinggian gedung-gedung di sekitarnya.
Kenyataan ini mengingatkan penulis dengan apa yang pernah diucapkan Presiden Turki, Erdogan, bahwa menara masjid adalah identitas kita yang sebenarnya. “Jangan pernah membangun gedung yang ketinggiannya melebihi tinggi menara masjid,” seperti itulah kira-kira ucapan Erdogan kepada media, suatu kali.
Dan dalam dunia nyatanya, memang seperti itulah fakta yang ada di lingkungan masyarakat Turki. Setidaknya, hal itu terlihat jelas di Istanbul, kota terbesar dan terpadat di Turki dengan jumlah penduduk berkisar 13 juta orang.
Uniknya lagi, semua bangunan masjid mempunyai bentuk atau desain yang sama. Ada kubah khas negeri Byzantium, serta menara lancip dengan ketinggian yang super.
“Dengan menara masjid yang lebih tinggi dari gedung sekitar, kalian tidak akan kesulitan mencari tempat shalat,” lanjut Erdogan ingin memperkokoh jatidiri orang Turki yang sebenarnya.
Mungkin, sikap puritan seperti itu memang layak ditegaskan lagi oleh seorang pemimpin seperti Erdogan untuk menghapus otoritarian Attarturk masa lalu. Karena selama puluhan tahun sejak kejatuhan kekhalifahan Islam di Turki, warga Turki mengalami kezaliman hak beragama yang begitu dahsyat.
Bayangkan, di masa itu, bukan hanya nilai-nilai agama Islam yang dikebiri dan dinasionalisasi, segala hal yang “berbau” Arab dihapus. Termasuk, panggilan azan harus dengan bahasa Turki. Dan yang lebih parah lagi, Alquran pun diganti dengan bahasa Turki.
Suatu langkah bodoh yang semoga hanya pernah terjadi di Turki, bukan di negeri-negeri muslim lain. Termasuk, Indonesia. Na’udzubillah.
Baca juga : Kisah Pemuda TKI yang Berjodoh dengan Gadis Turki
Kisah Shalat Subuh di Turki yang Lebih Siang dari di Indonesia
Banyak warga Indonesia yang merasa agak kecewa ketika ingin merasakan shalat Subuh berjamaah di masjid Istanbul, Turki. Mereka kecewa bukan karena tidak ada jamaahnya. Bukan pula karena tidak ada pengurus masjid yang memimpin shalat. Melainkan, karena adanya perbedaan waktu dan cara shalat Subuh di sana, di banding dengan Subuh berjamaah di Indonesia.
Kalau di negeri tercinta ini, shalat Subuh berjamaah berkisar antara jam 4 hingga jam 5 pagi. Dan biasanya, untuk bisa mendapatkan Subuh berjamaah kita akan sudah siap ke masjid pada kurang dari jam empatan: sudah mandi, busana, wudhu, dan lainnya.
Tapi di Turki, jam Subuhnya berkisar antara jam 6 lewat hingga jam 7 pagi lewat. Sebuah waktu yang untuk kita di sini, sudah masuk jam sekolah atau jam kerja. Bayangkan kalau kita sudah siap berangkat ke masjid pada jam empatan, akan begitu lama, sekitar 3 jam, kita harus menunggu panggilan azan di masjid.
Sungguh pun waktu sudah menunjukkan jam 7 pagi, tapi langit di sana memang masih gelap. Lingkungan sekitar pun masih sangat sepi, kecuali mereka yang ingin berangkat ke masjid.
Satu lagi, pelaksanaan shalat Subuh di Turki sangat berbeda dengan di Indonesia yang bermazhab Syafi’i. Warga Turki sudah ratusan tahun bermazhab Hanafi. Salah satu ajaran mazhab ini adalah menta’khirkan shalat Subuh di hampir menjelang waktu terbit matahari.
Jadi, kalau kita sudah terburu-buru tiba di masjid selepas azan Subuh, kita harus bersabar untuk menunggu iqamah shalat berjamaah. Dan saat kita datang itu, mungkin kitalah orang pertama setelah muazin yang tiba di masjid.
Selepas azan, jamaah shalat satu per satu datang ke masjid. Mereka menunaikan shalat sunnah qabliyah atau dua rakaat sebelum shalat Subuh berjamaah. Muazin atau bilal pun mengisi “waktu tunggu” itu dengan membaca ayat-ayat suci Alquran.
Menariknya, jika mereka melihat ada orang Indonesia yang sudah tiba di masjid selepas azan Subuh, mereka akan mempersilakan kita untuk membaca ayat Alquran. Kenapa?
Seorang mahasiswa Indonesia yang sudah tahunan tinggal di Istanbul menceritakan, karena orang Turki, setidaknya beberapa masjid di mana ia shalat Subuh, mengagumi hafalan Alquran anak-anak Indonesia, selain makhraj dan tajwid bacaannya yang berada di atas keumuman warga Turki.
Jadi, ketika Anda bersemangat untuk shalat Subuh di salah satu masjid favorit seperti Blue Mosque atau Masjid Sultan Ahmad, jangan keburu kecewa dengan sedikitnya jamaah yang datang saat azan berkumandang. Karena lama tunggu shalat Subuh berjamaah di sana memang agak lama.
Selain itu, jangan sungkan untuk “menyumbangkan” kemampuan Anda untuk melantunkan ayat-ayat Alquran jika mereka mempersilakan. Karena hal tersebut sebuah kehormatan untuk orang Indonesia.
Jadi, jangan merasa bersalah dulu jika Anda bangun kesiangan di Turki, seperti bangun jam tujuhan. Karena boleh jadi, shalat Subuh berjamaahnya memang belum dimulai.
Itulah kisah shalat Subuh di Turki yang lebih siang dari di Indonesia.[MRR]