BAGAIMANA jika seorang istri bekerja di luar rumah? Bagaimana hukumnya? Apakah hal ini merupakan hal yang tabu?
Setiap pasangan memiliki kondisi keuangannya sendiri. Istri mempunyai hak untuk memiliki harta dan penghasilannya sendiri.
Istri diperbolehkan untuk membelanjakan atau menyedekahkan uang dari pendapatan atau harta miliknya sendiri tanpa harus meminta izin dari suaminya.
Sementara itu suami diwajibkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar istrinya sesuai dengan pendapatan keuangannya dan norma-norma sosial yang disepakati.
Hak istri ini tidak dapat ditolak sama sekali kecuali dalam kasus ketidaktaatannya kepada suaminya. Tanggung jawab utama istri adalah merawat keluarganya di rumah dan membesarkan anak-anaknya dengan baik.
Baca juga: Istri Shalehah adalah Perhiasan Terindah
Jika Istri Bekerja di Luar Rumah
Dia dapat bekerja di luar rumah jika memang dibutuhkan, tetapi ada beberapa kondisi yang harus diikuti dalam kasus ini:
1. Pekerjaannya yang dilakukan sesuai dengan norma-norma Syariah; dia harus berpegang teguh pada ajaran Islam [berkaitan dengan pakaian yang menutup aurat dan menjaga perilakunya]
2. Dia tidak boleh mengabaikan tanggung jawab utamanya terhadap keluarganya.
3. Ijin dari suami.
Dengan bekerja di luar rumah dan menghasilkan uang tidak berarti bahwa suami dibebaskan dari kewajibannya memberi nafkah pada keluarganya, kecuali jika istri telah mendurhakai suaminya dengan bekerja di luar.
Wanita itu tidak diwajibkan secara hukum untuk mengambil bagian dalam membiayai kebutuhan keluarga. Memberi nafkah dan membiayai kebutuhan keluarga adalah kewajiban utama yang ditanggung suami.
Karenanya, suami tidak diperbolehkan untuk memaksa atau mewajibkan istri mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan keluarga.
Namun, diharapkan jika istri secara sukarela berpartisipasi dalam pengeluaran keluarga. Ini untuk meningkatkan kasih sayang dan kerja sama antara pasangan.
Wanita dapat menetapkan secara eksplisit dalam kontrak pernikahan bahwa dia bekerja di luar rumah setelah pernikahan. Jika suami setuju dengan kondisi ini, itu menjadi mengikat baginya.
Namun jika kemudian suami meminta istrinya untuk meninggalkan pekerjaan, maka istri diwajibkan untuk taat kepada suami jika hal itu akan bermanfaat bagi keluarga.
Dari sudut pandang syari’ah, suami tidak diperbolehkan mengijinkan istri bekerja dengan syarat istri harus berbagi dalam membiayai pengeluaran rumah tangga atau memberikan sebagian dari gajinya untuk suami.
Jika istri telah berkontribusi secara finansial (dengan uang atau gajinya sendiri) untuk membeli properti dengan suaminya atau membangun proyek bisnis, ia memiliki hak untuk menjadi mitra dalam kepemilikan properti atau bisnis tersebut sesuai dengan kontribusinya.
Ada beberapa hak dan kewajiban perkawinan yang harus diperhatikan oleh kedua pasangan. Hubungan pernikahan harus didasarkan pada perlakuan yang adil, solidaritas, saling mendukung, dan kasih sayang.
Menyalahgunakan salah satu dari hak dan kewajiban ini dianggap sebagai kesalahan dari sudut pandang Syariah.
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan bagi suami untuk menyalahgunakan haknya atas istrinya dengan mencegah dia pergi bekerja atau menuntut agar dia meninggalkannya tanpa alasan yang sah, terutama jika meninggalkan pekerjaan dalam kasus ini akan menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan bagi suami dan kepentingan umum keluarga.
Demikian juga, tidak diperbolehkan bagi istri untuk terus bekerja ketika melakukan hal itu secara negatif memengaruhi keluarganya dan menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan. Wallahu’alam. [MRR]
Sumber: aboutislam.net