ChanelMuslim.com – Tidak bisa dipungkiri, kebutuhan masyarakat akan dana tunai kini semakin tinggi. Salah satu solusi yang ditawarkan akan kebutuhan tersebut adalah dengan mengajukan pinjaman lewat bank. Seiring perkembangan zaman, kini pinjam uang bisa dengan dilakukan secara online.
Aplikasi pinjam uang online di android dinilai lebih mudah karena tidak perlu memberikan jaminan dan melakukan pertemuan secara langsung. Terlebih, syarat-syarat untuk pengajuan pinjamannya pun tidak begitu rumit.
Begitu mudahnya meminjam uang lewat aplikasi pinjaman online, kian hari nasabahnya kian menjamur.
Namun sayangnya, kemudahan tersebut justru disebut mencekik konsumennya.
Tak jarang nasabah yang sudah terlanjur punya pinjaman dan tak sanggup melunasinya sesuai tempo justru melakukan pinjaman ke aplikasi lain.
Hingga akhirnya terungkap ada nasabah yang bahkan memiliki 141 pinjaman online sekaligus.
Data terakhir Satgas Waspada Investasi (SWI), hingga September 2019, tercatat ada 127 fintech P2P lending ( pinjaman online/pinjol) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jumlah fintech yang tidak terdaftar pun tumbuh lebih subur, hingga September ini, setidaknya terdapat 1.477 pinjaman online yang ditutup oleh (SWI).
Maraknya fenomena pinjol ilegal membuat Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengajukan pinjaman online.
Tongam pun mengungkapkan, ada kasus di mana seseorang memiliki pinjaman di 141 pinjaman online sekaligus.
"Ada orang yang pinjam di 141 pinjaman online sekaligus, dia mengatakan tiap hari menerima 250 telepon," ujar Tongam di acara Indonesia Fintech Summit and Expo di Jakarta, Senin (23/9/2019).
Tongam mengatakan, utang dari debitur yang berutang di 141 pinjaman online itu mencapai Rp 200 juta.
Dia pun menjelaskan, pinjaman online sebenarnya bisa menjadi bermanfaat jika masyarakat sudah bisa mengenali dan memanfaatkan dengan baik.
Pasalnya, hingga saat ini tercatat sudah ada 11,5 juta nasabah dari 141 pinjaman online yang legal di Indonesia.
Adapun untuk masyarakat yang dirugikan hanya ribuan. "Masyarakat terlalu banyak dijejali pinjaman online ilegal.
Banyak yang menganggap pinjaman online ini ilegal, padahal ada 11,5 juta nasabah yang menikmati," jelas dia.
Tongam pun menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum bisa mencegah menjamurnya aplikasi layanan pinjaman onlie ilegal di platform Google Play, meski pihaknya mengaku telah melakukan komunikasi dengan pihak Google Indonesia.
"Di Google itu ada 8 juta unggahan aplikasi per hari. Dan itu tidak mungkin mereka membatasi orang membuat aplikasi, melarang orang ngirim SMS ke kita, membuat situs website, yang bisa dipengaruhi ya diri kita sendiri, edukasi, sosialisasi," ujar dia.
Pengamat Ekonomi Syariah yang juga Kepala Program Studi Manajemen Binsis Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, Tuba Jazil, M.Fin, banyak pinjaman online yang tak ubahnya rentenir digital. Dan, sebenarnya, tidak perlu menunggu kasus besar hingga transaksi pinjaman online berbasis riba ini baru disoroti.
Karena menurutnya, larangan riba baik dari Alquran maupun Injil sudah cukup menjadi dasar untuk melarang praktik pinjaman ribawi. Apalagi jika berkembang melalui online, karena riba membawa kezaliman. “Pinjaman Online berbasis riba ini adalah kezaliman yang nyata, maka haruslah dijauhi, agar Allah SWT melindungi kita dari adzab-Nya.”
Dalam kenyataannya, belum ada regulasi soal pembatasan bunga/ marjin pinjaman dan apakah boleh menggunakan debt collector dalam penagihan. Regulator baru mendata legalitas Fintech. Per September lalu, Satgas Waspada Investasi menemukan sekitar 227 fintech ilegal yang menjalankan bisnis P2P lending. Lebih dari separuhnya berasal dari China dan sebagian lainnya berasal dari Indonesia dan Eropa Timur.
[Maya/ sumber: Kompas.com dan tazkia.ac.id]