Oleh: Ilham, Aktivis dan Jurnalis
ChanelMuslim.com- Bendera merah putih adalah simbol bangsa. Ketika bendera itu diinjak bahkan ditaruh di selokan pastinya akan memicu kemarahan masyarakat tersebut.
Begitu juga yang terjadi di Asrama Mahasiswa asal Papua di Jl Kalasan 10, Surabaya yang digeruduk warga, Jumat siang (16/08/2019).
Kemarahan warga bukan tanpa alasan, melainkan ada pemicunya. Mereka menduga ada oknum mahasiswa Papua yang diduga merobohkan bendera merah putih yang terpasang di depan asrama dan membuangnya ke selokan.
Bendera merah putih itu tadinya dipasang warga di sepanjang Jl Kalasan, termasuk di depan asrama mahasiswa Papua dalam rangka memperingati HUT Kemeredekaan Republik Indonesia.
Salah seorang warga, Agung, mengungkapkan dirinya sempat melihat bendera masih terpasang saat berangkat sholat Jumat ke ke Masjid.
Namun, sepulang sholat, ia kaget melihat bendera yang ada di depan asrama sudah tumbang dan posisinya sudah berada di selokan. Tiang bendera yang terbuat dari Almunium sudab bengkok menjadi tiga bagian.
“Saat kami berangkat sholat Jumat masih terpasang. Sepulangnya, sudah tidak ada dan kami melihat berada di selokan dengan tiang sudah bengkok,” ungkap Agung.
Melihat hal tersebut, bersama rekannya lalu mempotret kejadian tersebut dengan ponsel sebagai barang bukti.
“Kami tidak terima dengan pembuangan bendera yang merupakan lambang kegara kami ke tempat yang tidak etis dan sepantasnya (di selokan),” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad, dirinya mengaku tidak mengetahui secara pasti pembuangan bendera tersebut. Namun sebagai bentuk penghormatan terhadap lambang negara, dirinya bersama masyarakat lainnya mendatangi lokasi Asrama Mahasiswa Papua tersebut untuk mengklarifikasi.
“Kami baru mengetahui dari group WhatsApp. Sebagai anak bangsa kami tidak terima dengan penghinaan ini,” ungkapnya.
Muhammad juga menyatakan, Bendera Merah putih yang merupakan lambang Negara, tidak boleh dipandang remeh, mengingat perjuangan Para pahlawan yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan bangsa.
“Para Pahlawan bangsa ini rela mengorbankan jiwanya demi berkibarnya merah putih, dan kita sebagai generasi harus menghormatinya. Nah ini bendera negara malah dibuang ke selokan,” katanya.
Masyarakat yang ingin melakukan klarifikasi itu sempat dihadang oleh pihak kepolisian. Hingga malam hari, tidak ada perwakilan mahasiswa yang muncul untuk melakukan klarifikasi.
Di luar asrama warga terus meneriakan “NKRI harga mati”. Warga juga mendesak aparat keamanan mengevakuasi para mahasiswa asal Papua yang berusaha makar dan memisahkan diri dari NKRI tersebut hingga asrama milik Pemkot Surabaya itu dikosongkan.
“Ini Surabaya, jangan bikin rusuh. Kami menolak kerusuhan di kota kami yang dilakukan oleh sekelompok penghianat bangsa,” teriak massa.
“Kami minta kepada aparat keamanan untuk menangkap para penghianat dan pergi dari kota kami,” kata warga.
Sementara itu, sejumlah mahasiswa Papua masih bertahan di dalam asrama. Mereka mamadamkan semua lampu sehingga asrama tampak gelap gulita.
Siapa Perusak Bendera Merah Putih
Hari kemerdekaan pun tiba, (17/8/2019) tidak ada yang tahu siapa pelaku perusak bendera merah putih itu. Siang hari, masyarakat penasaran karena tidak ada mahasiswa yang keluar. Akhirnya ramai lagi di depan asrama Papua.
Akhirnya, sebanyak 43 mahasiswa Papua dibawa ke Mapolrestabes Surabaya setelah polisi menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu (17/8/2019) sore. Puluhan mahasiswa Papua tersebut diangkut paksa dan dimasukkan ke dalam truk oleh aparat kepolisian dari asrama mereka di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur. Wakapolrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa Papua tersebut dibawa untuk kepentingan pemeriksaan. "Saat ini (mereka), kami ambil keterangan di Polrestabes Surabaya, seluruhnya ada 43 (mahasiswa Papua yang ditangkap)," kata Leo, di Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho, Minggu (18/8) mengaku telah memulangkan 43 mahasiswa tersebut.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Sandi, seluruh mahasiswa Papua mengaku tak tahu menahu perihal perusakan bendera merah putih yang ditemukan di depan asrama mereka.
"Dari hasil pemeriksaan mengaku tidak mengetahui (perusakan bendera), makanya sementara kita pulangkan ke asrama yang bersangkutan," ujar Sandi.
Sandi mengatakan pihaknya akan tetap mendalami keterangan para mahasiswa. Polisi kini masih mempelajari alat-alat bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara.
"Sementara masih kita pelajari karena itu ada 43 itu perlu dievaluasi secara menyeluruh, sehingga kita tahu bahan keterangannya secara utuh," kata dia.
Di lain tempat, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri mengungkapkan antara mahasiswa Papua dan warga Surabaya sering cekcok.
"Sering terulang terjadi seperti itu di peristiwa sebelumnya. Makanya masyarakat terprovokasi karena ada peristiwa sebelumnya, sehingga melakukan pengepungan, mau masuk ke asrama itu tapi dicegah polisi. Dievakuasi, setelah aman, dikembalikan ke asrama," terang Dedi, Senin (20/8/2019).
Domino Efek Geruduk Asrama Mahasiswa Papua ke Manokwari
Akibat geruduk asrama mahasiswa Papua, efeknya terjadi kerusuhan di Papua. Anehnya, kerusuhan tersebut beralasan karena warga surabaya mengatakan kalimat rasis terhadap mahasiswa Papua.
Sejumlah ruas jalan di Manokwari terutama Jalan Yos Sudarso diblokade massa. Aktivitas masyarakat maupun arus lalu lintas lumpuh.
Tak hanya memblokade jalan, warga juga menebang pohon dan membakar ban di jalan raya hingga membakar kantor DPRD Papua Bart. Aparat kepolisian sudah turun ke jalan guna mengendalikan situasi.
Kerusuhan lantas melebar ke Sorong, Papua. Massa merusak Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, dan membakar sebagian barang di bandara. Hingga akhirnya, jadwal penerbangan Timika-Sorong dibatalkan hari ini.
Bentrok lantas terjadi di asrama Mahasiswa Papua di Makassar. Mahasiswa bentrok dengan masyarakat sekitar. Namun, menurut penuturan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah, bentrok ini hanya karena salah paham.
Meski demikian kerusuhan di Papua menimbulkan tanda tanya, mengapa malah beralih ke pengucapan rasis yang diduga oleh oknum massa oleh masyarakat ke Papua. Padahal pemicunya adalah bendera yang ditaruh di selokan dan tidak ada klarifikasi dari mahasiswa Papua.
Seandainya, mahasiswa Papua mau menemui warga dan memberikan klarifikasi sebelum hari kemerdekaan, pastinya tidak akan ada kerusuhan dan memanfaatkan suasana sebagai alasan menjadikan Papua merdeka.
Anehnya, permintaan ormas Papua untuk mengusut oknum yang mengatakan rasis harus dilakukan. Presiden Joko Widodo, Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Walikota Surabaya jadi ikut-ikutan meminta maaf terhadap kejadian ini terhadap masyarakat Papua.
Sebuah tindakan yang tidak perlu, haruskah minta maaf sebelum misteri pengusutan bendera putih di selokan diungkap? (Mh)