APA hikmah kekalahan umat Islam di Perang Uhud? Dalam hal ini, kita bisa mengambil inspirasi atau hikmah tentang kesabaran para sahabat Rasulullah dalam menghadapi kekalahan. Seperti diketahui, sahabat-sahabat Rasul adalah orang yang mendapat pendidikan terbaik dari Rasulullah
Kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud menyimpan hikmah yang luar biasa, bahwa wali-wali Allah tidak selamanya menang. Akan tetapi, harus diingat pula bahwa akibat atau akhir segala sesuatu berupa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat pasti diraih oleh wali-wali-Nya.
Baca Juga: 4 Julukan Sahabat Rasulullah yang Menjadi Khalifah
Hikmah Kekalahan Umat Islam di Perang Uhud
Apabila ada yang mengatakan: “Mengapa Allah membiarkan wali-wali-Nya kalah di hadapan musuh dan tidak menolong? Maka jawabnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sungguh kalian akan Kami uji dengan kejelekan dan kebaikan sebagai fitnah.” (QS. Al-Anbia: 35)
Terkadang Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan kemiskinan, musibah, penyakit, dan kekalahan sebagai fitnah untuk mengetahui siapa di antara mereka yang bersabar dan siapa di antara mereka yang berkeluh kesah.
Dikutip dari kisahmuslim.com, demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji mereka dengan harta, kebahagiaan, kesehatan, dan kemenangan agar diketahui siapa di antara mereka yang benar-benar bersyukur atau kufur nikmat.
Hikmah di balik kekalahan kaum muslimin di Perang Uhud sangat banyak, dan cukup sebagai hikmah yang paling besar adalah tercapainya derajat kemuliaan mati syahid.
Seandainya para sahabat tidak mengalami kekalahan, maka tidak akan banyak yang mati syahid atau bahkan tidak ada yang memperoleh kemuliaan mati syahid. Di samping itu, seandainya tidak mengalami kekalahan maka kemungkinan manusia bangga, ujub, sombong, dan lupa kepada Rabbnya.
Maka dengan kekalahan seseorang akan tawadhu, tawakal, dan meminta pertolongan kepada Allah dan tidak bergantung dan mengandalkan kekuatan sendiri.
Benar bahwa kekalahan para sahabat pada Perang Uhud disebabkan oleh kesalahan yang mereka lakukan, akan tetapi kita harus beriman pada takdir yang baik dan buruk dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghendaki dan menetapkan demikian supaya menjadi sebab kekalahan mereka untuk mengambil pelajaran dari hikmah yang banyak di balik itu.
Atas dasar ini, maka menyesali dosa dan kesalahan karena kecerobohan seseorang hukumnya boleh bahkan dianjurkan dalam syariat sebagai kesempurnaan taubat seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi kita tidak boleh menyesali takdir Allah atau menyesali sesuatu yang telah luput karena ia merupakan pintu setan sebagaimana dalam hadis Rasulullah. [Cms]