ChanelMuslim
.com – Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Jaih Mubarok menyatakan pihaknya akan menerbitkan fatwa BPJS Syariah. Fatwa tersebut merupakan tindak lanjut dari fatwa yang menyatakan BPJS Kesehatan yang beroperasi saat ini belum sesuai kaidah syariah.
“Fatwa hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa, baru menyatakan BPJS belum syariah. Akan ada fatwa lagi untuk BPJS syariah,” kata Jaih, dalam rilisnya Kamis (30/7).
Lebih lanjut Jaih memaparkan, fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke 5 di Cikura Tegal Jawa Tengah, pada Juni 2015 lalu merupakan pintu gerbang untuk menggulirkan BPJS syariah. Ia pun mencontohkan hal itu, seperti fatwa MUI yang mengharamkan bunga perbankan.
Untuk mewujudkan BPJS Syariah, kata Jaih, terdapat dua fatwa yang bisa menjadi landasan. Fatwa-fatwa itu yaitu tentang asuransi syariah dan penjaminan syariah. Selain itu, pihak BPJS juga perlu menjelaskan internal pengelolaan dan investasinya. “Jika diinvestasikan di bank konvensional, maka ada riba. Ketika harus bayar klaim apa akadnya, harus jelas semuanya,” ujarnya.
Dalam perekonomian nasional, tegas Jaih, telah diakui ada sistem konvesional dan syariah. Oleh karena itu, selain BPJS konvesional perlu ada BPJS syariah. Jaih mengaku bahwa kelak BPJS syariah tidak hanya bisa dimanfaatkan umat Muslim. “Muamalah sifatnya terbuka. Warga non Muslim juga bisa menggunakannya,” pungkasnya.
Dalam sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke 5 di Cikura Tegal Jawa Tengah, pada 9 Juni 2015, MUI mengeluarkan putusan bahwa program BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah Islam.
Sidang yang dipimpin Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin membahas program termasuk modus transaksional yang dilakukan BPJS Kesehatan dari perspektif ekonomi Islam dan fikih mu’amalah, dengan merujuk pada fatwa DSN MUI dan beberapa literatur.
“Tampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak,” demikian diungkapkan Ma’ruf dalam sidang pleno.
Dalam poin, ketentuan hukum dan rekomendasi, sidang pleno memutuskan penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang berkaitan dengan akad antara pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah. Karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Ma’ruf mengatakan, MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan melakukan pelayanan prima. Sidang ijtima juga mengeluarkan 2 rekomendasi. Pertama, agar pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan, yang berlaku bagi setiap penduduk negeri.Hal ini merupakan wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya. Sedangkan kedua, agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus operandi BPJS Kesehatan, agar sesuai dengan prinsip syariah.
Sementar itu, menurut Wakil Ketua MUI Ma’ruf Amin, sejak 1994, Indonesia sebetulnya telah mulai mengembangkan asuransi syariah untuk merespon kebutuhan umat Islam. Kalaupun masih ada yang mengikuti asuransi konvensional, hal itu dilakukan karena alasan kondisi darurat.
Untuk membantu pengembangan asuransi syariah, DSN MUI juga sudah menerbitkan sejumlah fatwa.MUI khawatir jika BPJS tetap berjalan seperti kondisi saat ini, akan ada penolakan dari kalangan umat Islam. Pada akhirnya pelaksanaan BPJS akan tidak optimal dan memicu permasalahan. “MUI mendorong pemerintah menyempurnakan ketentan dan sistem BPJS Kesehatan agar sesuai prinsip syariah,” kata Ma’ruf. Menurutnya, penyempurnaan ini dianggap penting karena seluruh warga negara diwajibkan mengikuti program BPJS mulai 2019.(red)