ChanelMuslim.com – Abdullah bin Abbas menceritakan suatu hari Abu Bakar keluar di siang hari. Saat matahari sedang panas-panasnya. Umar melihat Abu Bakar, kemudian ia bertanya, “Apa yang menyebabkanmu keluar di jam-jam seperti ini Abu Bakar?” “Tidak ada alasan lain yang membuatku keluar (rumah), kecuali aku merasa sangat lapar”, jawab Abu Bakar. Umar menanggapi, “Aku pun demikian, demi Allah tidak ada alasan lain yang membuatku keluar kecuali itu.”
Saat keduanya dalam keadaan demikian Rasulullah keluar dan menghampiri keduanya. Beliau bersabda, “Apa yang menyebabkan kalian keluar pada waktu seperti ini?” Keduanya mengatakan, “Tidak ada yang menyebabkan kami keluar kecuali apa yang kami rasakan di perut kami. Kami merasa sangat lapar.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Aku juga -demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya- tidak ada hal lain yang membuatku keluar kecuali itu. Ayo berangkat bersamaku.”
Ketiganya pun beranjak. Mereka menuju rumah Abu Ayyub al-Anshari
Setiap hari, Abu Ayyub senantiasa menyediakan makanan untuk Rasulullah. Jika istri-istri beliau tidak punya sesuatu untuk dimakan, beliau biasa ke rumah Abu Ayyub. Ketika ketiganya sampai di rumah Abu Ayyub, istri Abu Ayyub, Ummu Ayyub, mengatakan, “Selamat datang Nabi Allah dan orang-orang yang bersama Anda”. Rasulullah bertanya, “Dimana Abu Ayyub?” Abu Ayyub yang sedang bekerja di kebun kurma mendengar suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersegera menuju rumahnya dan mengatakan, “Marhaban untuk Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya.
Abu Ayyub berkata, “Wahai Rasulullah, waktu ini bukanlah waktu kebiasaan Anda datang ke sini.” “Benar,” jawab Rasulullah.
Abu Ayyub segera memetikkan beberapa tangkai kurma kering, kurma basah, dan kurma muda. Kemudian menawarkannya kepada Rasulullah, “Rasulullah, makanlah ini. Aku juga akan menyembelihkan hewan untukmu,” kata Abu Ayyub. “Kalau engkau mau menyembelih, jangan sembelih yang memiliki susu,” kata Rasulullah.
Abu Ayyub kemudian menghidangkan masakannya. Rasulullah mengambil sepotong daging dan meletakkannya pada roti. Kemudian beliau meminta Abu Ayyub, “Wahai Abu Ayyub, tolong antarkan ini untuk Fatimah karena telah lama ia tidak makan yang seperti ini.”
Setelah kenyang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan kurma muda.” Beliau menitikkan air mata. Kemudian bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Ini adalah kenikmatan, yang nanti akan ditanyakan di hari kiamat.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal sebagai orang yang senantiasa membalas kebaikan orang lain. Usai menyantap jamuan itu, Rasulullah berkata kepada Abu Ayyub, “Temuilah aku besok.” Keesokan harinya, beliau memberikan seorang anak perempuan untuk membantu-bantu di rumah Abu Ayyub. “Berbuat baiklah engkau padanya,” pesan Rasulullah kepada Abu Ayyub.
Abu Ayyub kembali ke rumahnya. Menemui istrinya dengan membawa budak perempuan itu. “Anak perempuan ini diberikan Rasulullah untuk kita. Beliau mewasiatkan agar kita berbuat baik dan memuliakannya.” Istrinya bertanya, “Kebaikan apa yang akan kau lakukan untuk menunaikan wasiat Rasulullah itu?” “Yang paling utama adalah membebaskannya dengan mengharapkan pahala dari Allah”, kata Abu Ayyub.
Begitulah sepenggal kisah keluarga Abu Ayyub yang menjamu Rasulullah saw dan dua sahabatnya. Dari apa yang dilakukan Abu Ayyub dan istrinya ada pelajaran besar tentang bagaimana menjamu tamu yang datang ke rumah kita. Ada beberapa adab tuan rumah terhadap tamunya.
Adab Bagi Tuan Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?'” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
Pada bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang, banyak orang yang melakukan buka puasa bersama dan mengundang banyak orang. Pada bulan ramadhan ada ganjaran bagi orang-orang yang memberikan makan berbuka untuk orang-orang berpuasa. Akan semakin terasa nikmat jika tuan rumah juga memperhatikan adab-adabnya sebagai tuan rumah. Semoga keberkahan yang berlimpah Allah berikan pada orang-orang yang ikhlas. [Maya]