ChanelMuslim.com – Saya nggak tahu istilah aji mumpung itu dalam bahasa inggrisnya apa. Mungkin bahasa itu hanya ada di Indonesia. Tapi, terus terang saya suka miris melihatnya dan diam sendiri. Kalau ada orang yang merasa bangga dengan kondisi aji mumpung itu, dia merasa dia lucky atau beruntung. Tapi apakah dia tahu perasaan orang yang dia merasa lucky atasnya?
Misalnya, “Wah, untung nih saya dapat mangga murah. Sekilo cuma Rp3.000. Dia tahu nggak sih ketika dia pulang masuk mobilnya , tukang mangga lagi melap keringat dengan sedih.”
Juga pada kondisi lain untuk topik aji mumpung misalnya;
1.Seorang ustaz atau ustazah atau tokoh jangan merasa ‘menang banyak’. Terutama ketika beli barang dimurahin atau dibayarin. Apakah Rasulullah dulu begitu?
Begitu juga gengsi bila dibayarin. Tugas kita kan berdakwah, masalah orang menghormati karena dianggap kita nih alim ya, harus ada izzah (harga diri) ketika kita ke toko ada yang mengenali lalu dimurahkan atau digratiskan atau ada yang lihat kemudian dibayarin. Harusnya menolak.
Maaf aku juga ustazah. Hmm kadang-kadang jadi ustazah dan kayaknya ke depan ingin jadi ustazah beneran yang kalau perlu aku yang membayar orang-orang yang membutuhkan dan membeli banyak pada yang lagi baru buka toko dan nggak minta diskon. Lha baru buka toko sudah dimintain diskon? Di mana hati?
Juga aku mau jadi ustazah yang punya penghasilan sendiri dan gengsi kalau dibayar orang. Gengsi juga kalau habis ceramah dibekal macam-macam. Kalau perlu sesekali aku yang membawa makanan. Ah, sudahlah nanti banyak yang tersinggung.
2. Kondisi kita sudah punya dan cukup berada. Lalu melihat ada orang yang memberi pada siapa saja. Lalu kita ikut mengantre. Rasanya gimana ya? Kita sudah diberikan rezeki cukup oleh Allah tapi kenapa harus mengantre ikut jatah orang tak mampu?
Apa nggak nanti dikurangi jatahnya oleh Allah karena kita menyatakan diri ada di golongan orang tak mampu. Kalau bisa justru kita menolak bantuan itu dan mengatakan, “Nggak usah deh, gaji saya sudah cukup lumayan. Kasih saja si X atau si Y yang saya tahu suaminya baru di PHK dan dia baru jualan online tapi masih bingung suka tertipu.”
Atau, “Nggak usah deh, kasih saja Bu C. Beliau saya dengar anaknya mau masuk kuliah sudah diterima di ITB tapi masih kurang dikit.”
Duh, mulia banget bila kita nggak jadi orang mampu yang aji mumpung. Toh kita sudah punya. Alangkah baiknya ketika ada yang memberi kita berikan lagi pada yang lebih membutuhkan. Jadi, tidak seakan memanfaatkan kedermawanan orang lain.
3. Hal yang saya cukup melekat di hati adalah saya suatu saat bisnis sesuatu. Lalu nggak laku lalu saya sedih. Lalu tiba-tiba ada yang beli seperti tokoh masyarakat, terpandang dan orang kaya. Saya sangat senang tapi kemudian beliau minta murah dengan alasan bla bla bla. Ya sudahlah asal BEP (Break Even Point) atau balik modal saja. Tapi kemudian saya jadi sedih, ketika beliau membanggakan dengan temannya dan saya mendengar. Katanya, “Hahaha saya baru saja mendapat hadiah mobil baru. Saya tukar dengan yang lama. Dia mau katanya untuk saya saja.”
Di situ saya sedih betapa kebahagiaan Anda itu menyedihkan saya, menyedihkan pihak penjual, yang menjual dengan susah payah bahkan BEP pun tak apa tapi ketokohan Anda, kesolehan Anda, keustazahan atau keustazan Anda, membuat kami jadi berpikir ya sudahlah ngalap berkah.
Alangkah mulianya bila sang tokoh masyarakt justru membeli paling banyak, membeli paling mahal, membeli yang memudahkan bukan menyusahkan. Topiknya mencontohkan dan membahagiakan.
Alangkah baiknya kita tidak menjadi orang yang aji mumpung. Mumpung dikasih murah. Ah, kalau kamu tahu jualan tuh kayak apa? Kalau kamu tahu, menunggu pembeli tuh rasanya kayak apa? Dan saya bersyukur, pernah jadi penjual, pernah jadi pembeli, pernah jadi tokoh kecil dan pernah jadi ustazah. Jadi saya bisa menulis kayak gini.
Intinya, “Saya bertekad nggak mau menyusahkan orang. Kalau ke Tanah Abang saya bilang, “Bang, ada mukena yang begini begitu? Tolong carikan 5 buat Ramadhan tapi tolong ya Bang jangan kemahalan sampai saya nggak jadi beli. Jangan juga kemurahan sehingga Abang jadi rugi.”
Abang tukang mukena pun tersenyum. Ya biar cepat gitu daripada tawar menawar alot lalu kesal dan jadinya nggak barakah. Intinya, jangan aji mumpung. Kalau bisa memberi maka memberilah. Kalau sudah cukup, ya sudahlah. Kalau kita punya kuasa maka bantulah.
Tiba-tiba ingin banget jadi tokoh masyarakat yang mampu membeli dan mencontohkan, “Ya Allah jadikan aku tokoh masyarakat yang kayak Abu Bakar, Ustman dan Abdurahman bin Auf. Doa safar bukan doa tahun baru. Aku masih jetlag nggak tahu ini sudah tanggal berapa. Tanggal 2 bukan?
Allah berfirman, “Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Al Qashshash: 82)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter: