ChanelMuslim.com- Penyebaran informasi melalui media sosial memang begitu dahsyat. Bahkan boleh jadi, bisa mengalahkan media utama yang ada di tanah air.
Seperti yang akhir-akhir ini marak adalah informasi tentang poligami di Tunisia. Dikabarkan, di negeri yang 99 persen penduduknya muslim itu, pemerintahnya mewajibkan kaum pria untuk berpoligami. Jika menolak, akan mendapat hukuman penjara, baik suami maupun isteri.
Bahkan, dalam informasi itu terdapat secarik kertas yang bertuliskan bahasa Arab yang dikabarkan sebagai keputusan tertulis Presiden Tunisia, lengkap dengan tanda tangan dan cap kenegaraan.
Benarkah informasi ini?
Kenyataannya, justru sebaliknya. Sejak tahun 1956, setelah Tunisia merdeka, hukum tentang poligami di negeri itu begitu ketat. Dikabarkan, bagi warga pria yang berpoligami akan dikenakan penjara selama dua tahun.
Hukuman itu bukan hanya untuk pelaku. Orang-orang yang ikut serta dalam proses poligami pun akan mendapatkan hukuman.
Poligami baru bisa dilakukan oleh para suami jika isteri pertama sudah diceraikan secara resmi. Poligami pun baru boleh bisa dilakukan jika perceraian sudah berjalan minimal tiga bulan.
Bukan itu saja, mantan suami wajib menafkahi keluarganya dengan uang belanja sekitar 8 juta rupiah per bulan. Plus, biaya-biaya lain untuk anak-anak dari isteri pertama.
Belum jelas latar belakang adanya hukum ketat tentang poligami ini. Boleh jadi karena para wanita di Tunisia yang tampilan fisiknya ideal ini dianggap rentan menjadi objek manipulasi pernikahan.
Begitu pun dengan warga non muslim yang ingin menikahi wanita muslimah di Tunisia. Syaratnya lumayan ketat. Mereka harus masuk Islam dan memiliki sertifikat pernyataan sebagai muslim yang diakui lembaga pernikahan setempat.
Sayangnya, seperti dilansir bbc.com, pemerintah dan parlemen di Tunisia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan baru. Larangan non muslim menikahi muslimah Tunisia kecuali setelah masuk Islam telah dihapus.
Dengan kata lain, laki-laki non muslim bisa menikahi muslimah tanpa harus masuk Islam. Keputusan ini mendapat reaksi keras dari para ulama dan tokoh agama di Tunisia.
Alasan pemerintah dan parlemen mengeluarkan hukum ini sebagai kesetaraan gender. Mereka beranggapan bahwa lelaki muslim Tunisia boleh menikahi wanita non muslim tanpa harus keluar dari agama Islam, karena itulah lelaki non muslim boleh menikahi muslimah tanpa harus masuk Islam.
Di sisi lain, tentang poligami, sejumlah aktivis wanita menyuarakan penghapusan aturan ketat tentang poligami. Mereka khawatir, aturan ketat itu, jika dibarengi dengan bolehnya non muslim menikahi muslimah akan berdampak negatif untuk keluarga di Tunisia.
Non muslim yang mayoritas di Tunisia adalah Yahudi. Sementara Nasrani pada peringkat berikutnya dengan jumlah yang minoritas. (mh)