KEUTAMAAN Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah rasyid yang keempat adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi, kecuali oleh orang-orang Khawarij (Ibnu Muljam dan komplotannya) yang lancang memerangi bahkan menumpahkan darahnya.
Berbeda dengan tiga khalifah sebelumnya, sebagian orang terjebak dalam kesalahan dengan merendahkan kedudukan mereka.
Ali bin Abi Thalib sebaliknya, orang-orang terjebak dalam kekeliruan, penyimpangan dan kesesatan bahkan kekufuran karena berlebih-lebihan dalam mengagungkannya.
Sebagaimana Abdullah bin Saba dan orang-orang yang mengikutinya.
Suwaid bin Ghafalah datang menemui Ali radhiallaahu ’anhu di masa kepemimpinannya. Lalu Suwaid berkata,
“Aku melewati sekelompok orang menyebut-nyebut Abu Bakr dan Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba dan dialah orang pertama yang mengampanyekan hal tersebut’.
Ali menjawab, “Aku berlindung kepada Allah menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”.
Kemudian beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Saba dan mengusirnya ke al-Madain. Ia juga berkata,
“Jangan sampai engkau tinggal satu negeri bersamaku selamanya”.
Kemudian ia berdiri menuju mimbar dan orang-orang pun berkumpul. Ali berkata,
“Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorang pun yang mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk orang yang berbuat dusta.”
Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi seseorang dari kebenaran dan panjang angan-angan dapat membuatnya lupa akhirat.”
Baca Juga: Kisah Ali bin Abi Thalib Berjalan di Belakang Lansia Nasrani
Keutamaan Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah.
Rasulullah memberinya kun-yah Abu Turab. Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab.
Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah.
Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf. Abu Thalib adalah paman kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat dalam agama jahiliyah.
Sifat Fisiknya
Ali bin Abi Thalib adalah laki-laki berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah-merahan. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat.
Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi, dan ringan langkahnya (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25)
Ali bin Abi Thalib termasuk seseorang yang dijamin surga.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).
Rasulullah Mengumumkan di Khalayak Bahwa Allah dan Rasul-Nya Mencintai Ali
Saat Perang Khaibar, Rasulullah hendak memberikan bendera komando perang kepada seseorang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi Allah, akan aku serahkan bendera ini esok hari kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui dirinya.”
Maka semalam suntuk orang-orang (para sahabat) membicarakan tentang siapakah di antara mereka yang akan diberikan bendera tersebut.
Keesokan harinya, para sahabat mendatangi Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Di manakah Ali bin Abi Thalib?” Dijawab, “Kedua matanya sedang sakit.”
Rasulullah memerintahkan, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dibawalah Ali ke hadapan Rasulullah, lalu beliau meludahi kedua matanya yang sakit seraya berdoa untuknya.
Seketika Ali sembuh total seolah-olah tidak tertimpa sakit sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera kepadanya.
Lalu Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita.”
Rasululah bersabda, “Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan.
Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki unta-unta merah.” (HR. Muslim no. 4205).
Kedudukan Ali di Sisi Rasulullah
Ibrahim bin Saad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda kepada Ali,
“Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” (Muttafaq ‘alaihi).
Hadis ini Rasulullah sampaikan kepada Ali saat beliau tidak menyertakan Ali bin Abi Thalib dalam pasukan Perang Tabuk.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menjadi wakil beliau di kota Madinah.
Ali yang merasa tidak nyaman hanya tinggal bersama wanita, anak-anak, dan orang tua yang uzur tidak ikut perang dihibur Rasulullah dengan sabda beliau di atas.
Sa’d bin Abi Waqqash radlhiallahu ‘anhu membawakan hadis semisal dalam ash-Shahihain:
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi tugas Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah).
Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’
Maka beliau menjawab, ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 4416 dan Muslim no. 2404).
Hadis ini dipakai oleh orang-orang yang berlebihan dalam mengagungkan Ali bin Abi Thalib sebagai legitimasi bahwa Ali lebih mulia dari Abu Bakar dan Umar.
Padahal hadis ini adalah pembelaan Rasulullah terhadap Ali yang dituduh oleh orang-orang munafik bahwa dia merasa berat untuk berangkat perang.
Ali berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang munafik mengatakan bahwa engkau menugaskan aku karena engkau memandang aku berat untuk berangkat jihad dan kemudian memberikan keringanan”.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka telah berdusta! Kembalilah, aku menugaskanmu untuk mengurus keluargaku dan keluargamu.
‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?”. Maka Ali pun akhirnya kembali ke Madinah (Taariikhul-Islaam, 1: 232).
Ayah dari Pemimpin Pemuda Surga
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah ayah dari dua orang cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Hasan dan Husein. Kedua cucu beliau ini adalah pemimpin para pemuda di surga.
Rasulullah bersabda,
“al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3781)
Ali bin Abi Thalib mengatakan,
“Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik.” (HR. Muslim, no. 249)
Tentu saja, mencintai Ali bukan hanya klaim semata. Mencintainya adalah dengan mengikuti perintahnya, tidak melebih-lebihkannya dari yang semestinya, dan mencintai orang-orang yang ia cintai.
Ali mengutamakan Abu Bakar dan Umar atas dirinya, demikian juga semestinya orang-orang yang mengaku mencintainya, mengikuti keyakinannya.[ind]
Sumber: http://kisahmuslim.com/keutamaan-ali-bin-abi-thalib/