SEJUMLAH orang berkumpul di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Mereka berdiri dalam sunyi yang penuh makna, membawa poster-poster dukungan untuk Palestina. Di antara kerumunan, suara lantang seorang perempuan terdengar jelas, suara yang selama ini dikenal lewat karya sastra, kini menggema di jalanan: Asma Nadia.
Dengan sorot mata tajam dan nada bicara yang penuh empati, Asma berdiri bukan sebagai penulis best-seller, tapi sebagai seorang manusia yang menolak diam.
“Yang terjadi di Palestina sudah bukan lagi sebuah konflik,” katanya. “Jelas bahwa ini adalah genosida.”
Peringatan dua tahun peristiwa Badai Al-Aqsha menjadi momentum bagi banyak orang untuk kembali angkat suara.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Bagi Asma, diam bukanlah pilihan. Ia mendorong semua orang untuk tidak sekadar menjadi penonton tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung.
“Masing-masing dari kita sudah harus berpikir: bagaimana caranya kita memanfaatkan talenta kita untuk bisa mensupport Palestina lebih nyata, lebih besar, lebih baik,” ujarnya.
Ketika ditemui tim ChanelMuslim, Asma juga menyinggung keberangkatan relawan Indonesia dalam misi Global Sumud Flotilla, sebuah upaya internasional untuk menembus blokade Gaza lewat laut.
Meski misi itu belum berhasil sampai ke tujuan, Asma menilai keikutsertaan relawan Indonesia sangat berarti.
2 Tahun Badai Al-Aqsa, Asma Nadia: Kita Tidak Boleh Terbiasa dengan Pembantaian Ini
“Mereka menyelamatkan wajah Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, kita punya tanggung jawab moral,” tegasnya.
Ia sempat bertemu rombongan aktivis dari berbagai negara di Tunisia.
Kisah perjumpaan itu masih membekas di benaknya. “Mereka bukan Arab, bukan Muslim, tidak punya sejarah dengan Palestina. Tapi mereka hadir. Mereka siap memberikan jiwa dan raga mereka,” katanya dengan suara bergetar.
Di akhir, ia mengingatkan bahwa pembantaian tidak boleh menjadi hal yang dinormalisasi.
“Kita tidak boleh terbiasa. Tidak boleh menormalisasi pembantaian ini. Kalau memang kita orang beriman, kita harus hadir. Harus merasa satu tubuh dengan saudara-saudara kita di Palestina.”
Aksi di depan Kedubes AS hari itu bukan hanya soal menyampaikan protes. Ia menjadi panggung bagi nurani.
Di antara poster, teriakan, dan doa, Asma mengajak semua untuk tidak lagi sekadar melihat, tetapi bertindak.[Sdz]