DI masa lalu dakwah mungkin bisa berjalan dengan asumsi bahwa umat akan datang mencari. Kini asumsi itu telah runtuh. Cara kerja tradisional yang mengandalkan otoritas formal dan komunikasi satu arah, tidak lagi memadai.
Masyarakat khususnya gen Z, gen alpha dan milenial adalah konsumen yang cerdas di Pasar Pengaruh. Mereka tidak akan membeli sebuah ide hanya karena ia dilabeli sebagai kebenaran. Mereka akan bertanya, “Apa relevansinya untuk hidupku?”
Demikian disampaikan Prof. Kalamullah Ramli saat memberikan pembekalan pangurus pada pelaksanaan Musyawarah Wilayah (Muswil) ormas Persaudaraan Muslimah (Salimah) Pimpinan Wilayah (PW) Jakarta pada Ahad (5/10).
Acara digelar di Ragoon Restoran, Ragunan, Jakarta Selatan ini, diikuti oleh 135 peserta yang terdiri dari para pengurus tingkat wilayah, daerah, cabang, hingga ranting dan tamu undangan.
Ruangan penuh dengan warna ungu dari seragam yang dikenakan. Peserta tampak antusias menyimak materi bertemakan Teknologi untuk Pemberdayaan : Meningkatkan Kapasitas dan Daya Guna Organisasi Salimah.
“Jika dakwah kita hanya membahas hal-hal yang jauh dari denyut nadi kehidupan mereka – jika kita berbicara tentang apa yang seharusnya, sementara mereka bergulat dengan kecemasan akibat media sosial, jika kita membahas fiqih muamalah klasik, sementara mereka terjerat pinjaman _online_ – maka kita telah kehilangan mereka, bahkan sebelum memulai,” lanjut Ramli. “Pesan kita akan terasa seperti artefak museum. Indah untuk dikenang tetapi tidak fungsional untuk kehidupan sehari-hari.”
Maka bertahan pada cara kerja tradisional secara kaku justru merupakan penghianatan terhadap semangat inovatif para pendahulu kita.
Hari ini inovasi itu berarti mengubah mimbar statis menjadi _podcast_ dinamis yang menemani pendengarnya di perjalanan. Mengubah lembaran kitab tebal menjadi utas mencerahkan di Twitter atau video pendek satu menit di Tiktok, yang mampu memantik perenungan.
Ramli menyarankan agar aktivis dakwah Salimah juga menyediakan kursus dakwah online bersertifikat yang profesional dan interaktif.
“Dakwah harus merebut kembali posisinya di garda depan teknologi dan kreativitas, bukan menjadi pihak yang tertinggal dan gagap,” pungkas Ramli.
Reny Anggrainy, ST, selaku Ketua Umum Salimah, di saat menyampaikan kata sambutannya menyatakan bahwa Baitul Qur’an Salimah Jakarta termasuk yang paling pesat perkembangannya. Dua koperasi syariah dari lima koperasi yang sebagai pilot projek, lahir dari Jakarta.
“Belum lama ini Salimah satu meja dengan berbagai ormas, di sebuah acara yang diadakan oleh BMIWI. Di sana Salimah diminta berbicara tentang ekonomi. Salimah juga ingin ikut berperan dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia,” kata Reny.
Delapan puluh persen perempuan di Indonesia adalah muslimah. Ini merupakan kantong-kantong potensial untuk gerakan dakwah.
“Mari forum Muswil ini dijadikan rapat pembuka penyusunan strategi. Memang tak mungkin jari lentik Salimah mampu mengurusi seluruh Indonesia, jadi mari berkolaborasi dengan ormas lain,” ajak Reny.
Rundown acara super dinamis, diisi dengan penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) selama empat tahun lebih bertugas, oleh Ketua PW Salimah Jakarta, dr. Yulia Andani Murti, launching koperasi untuk Jakarta Selatan, pemaparan kondisi terkini Palestina, dimana Ir. Maryam Rachmayani, Dirut ADARA, menceritakan pengalamannya ketika menaiki kapal yang berusaha menembus blokade – semoga berkah donasi yang terkumpul – hingga pelantikan ketua baru PW Jakarta dan jajarannya, serta pelantikan Dewan Pengawas Salimah Daerah (DPSD).
Yulia yang kembali terpilih sebagai ketua untuk kedua kalinya, memeriahkan suasana dengan mengajak peserta menyanyikan lagu Semua Karena Cinta. Beberapa mata tampak berkaca-kaca, merasakan betul indahnya membersamai Salimah. Bersama kita kuat, bersama kita berdaya. [Mh/Emy, Salimah Jakarta]