“SYIAH kembali ramai dibicarakan karena isu Palestina. Memang tidak dipungkiri, Syiah begitu serius dalam membela Palestina, bahkan Hamas pun mengakui bahwa Iran banyak mendukung mereka,” ujar Ahmad Rofiqi membuka perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) 14 pada hari Rabu (20/11/2024) di aula INSISTS.
Pertemuan pekan ke-13 SPI mengangkat topik Sejarah dan Doktrin Syiah.
Ahmad menjelaskan, bahwa syi’ah memiliki makna “golongan atau kelompok”.
Mulanya, kata ini tidak mengandung nilai politis sama sekali dan digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok yang berbeda pendapat usai kematian Khalifah Utsman bin Affan.
Namun, kata ini mengalami perkembangan hingga mengandung paham teologi dan ideologi tersendiri.
Ahmad mengatakan bahwa Syi’ah juga dikenal dengan istilah Imamah yang berasal dari kata imam.
Namun, konsep imam dalam Syiah berbeda dengan konsep imam dalam Sunni.
Dalam Syiah, imam setara dengan khalifah, namun secara spesifik merujuk pada 12 orang yang menjadi pemimpin atas pilihan Allah.
Sementara, dalam aqidah Sunni, kedudukan khalifah diberikan atas dasar pembaiatan oleh manusia, bukan dari Allah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Selain Imamah, Syi’ah juga kerap dikenal dengan sebutan Jakfariyah (mengacu pada Imam ke-6 Syi’ah yaitu Jakfar), Itsna Asyariyah (merujuk pada 12 imam yang diyakini), dan Rafidhah (penolak atau pengingkar).
Alumni Prodi Qur’an Kuliyah Dakwah Islam Tripoli Libya tersebut menjelaskan bahwa perkembangan Syi’ah dimulai ketika munculnya kelompok yang mendukung Ali saat wafatnya Utsman bin Affan pada 35H.
Pada waktu itu, yang terjadi hanyalah kelompok yang berbeda pendapat.
Ketika terbunuhnya Ali bin Abi Thalib pada 40H hingga terbunuhnya Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhu, keberpihakan politik tersebut berkembang menjadi fanatisme serta memunculkan ideologi simpati pada ahlul bait (keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).
“Namun, diyakini bahwa awal mula kesesatan Syi’ah berawal dari seseorang yang bernama Ibnu Saba’. Ia adalah orang yang pertama kali menebarkan ide mengenai keberpihakan pada Ali usai wafatnya Rasulullah, kemudian menyerukan konsep kemaksuman Imam layaknya seorang Nabi. Ia juga yang pertama kali berani mencela para sahabat serta mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sesungguhnya adalah Allah,” ungkap pria kelahiran Madiun tersebut.
Sumber Kesesatan Syi’ah: Ibnu Saba’ Serta Paham Imamah
Menurut Ahmad, poros ajaran Syi’ah adalah konsep Imamah yang mengkultuskan sosok Ali bin Abi Thalib serta menganggapnya sebagai pengganti dan pewaris Rasulullah yang layak dibandingkan 3 khalifah sebelumnya.
Atas dasar konsep inilah, muncul 5 hal lain, di antaranya yaitu takfir sahabat, yaitu menjatuhkan hukum kafir pada para sahabat karena tidak secara langsung membaiat Ali setelah wafatnya Rasulullah.
Yang kedua, takfir ahlus sunnah, mengkafirkan golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah karena mengingkari keyakinan mereka.
Yang ketiga, Tahrif Al-Qur’an, Al-Qur’an dianggap telah diubah-ubah karena tidak ada ayat yang menyebutkan mengenai kedudukan Ali sebagai pengganti Rasulullah.
Yang keempat, taqiyah (berpura-pura), para ahlul bait tidak ada yang mengklaim dan mengatakan bahwa dirinya adalah pengganti Rasulullah dan oleh sebab itu mereka disebut berpura-pura.
Baca juga: SPI Jakarta: Bongkar Tuntas Keistimewaan Konsep Wahyu dan Kenabian dalam Islam
Kemudian yang terakhir yaitu bada’, yaitu Allah dianggap tidak pernah mengetahui apapun yang terjadi sebelum hal itu terjadi.
Penjelasan Ahmad mengenai sejarah dan doktrin Syi’ah banyak memberikan pandangan baru.
Alivia, salah seorang peserta perkuliahan, mengatakan, “Sungguh tidak menyangka, ternyata paham Syi’ah benar-benar melenceng dan seberbahaya itu.
Terlahir sebagai muslim Sunni Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan terpapar pada pengetahuan seperti ini sungguh membuat saya bersyukur, karena tidak semua orang berkesempatan mendapatkannya.”[Sdz]
Kontributor: Anggita Arief