SAHABAT itu seperti diri kita sendiri. Menjaga rahasianya sama dengan menjaga rahasia diri sendiri.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berusaha mencari pengganti suami puterinya, Hafshah, yang meninggal dunia pada tahun ketiga hijriyah.
Ia pun teringat Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang juga ditinggal wafat oleh istrinya, Ruqaiyah binti Rasulullah sudah setahun lalu. Umar bin Khaththab pun menemui Usman bin Affan untuk menawarkan puterinya.
Sayangnya, Usman bin Affan tidak berkenan. “Aku tidak ada keinginan untuk menikahinya,” jawab Usman bin Affan dengan sangat hati-hati.
Meski ditolak, Umar bin Khaththab tidak tersinggung. Justru ia senang dengan jawaban apa adanya itu.
Umar pun berusaha menawarkan ke sahabat dekatnya yang lain. Yaitu, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
“Maukah kamu menikahi putriku, Hafshah?” ucap Umar kepada Abu Bakar.
Kali ini Umar agak kecewa. Pasalnya, Abu Bakar tidak memberikan jawaban apa pun. Tidak mengatakan ‘ya’, tidak juga ‘tidak’. Abu Bakar hanya diam.
Waktu pun berlalu. Di luar dugaan Umar, ternyata seseorang yang ia tidak sangka-sangka datang melamar putrinya. Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ah, betapa senang dan bahagianya Umar bin Khaththab. Kegelisahan dan kecewanya terobati sudah.
Dalam suatu kesempatan, Abu Bakar menemui Umar bin Khaththab. “Rasanya ada yang perlu aku klarifikasi kepadamu,” ucap Abu Bakar.
Abu Bakar menjelaskan bahwa ia diam saat ditawarkan Umar tentang putrinya, bukan karena sebuah penghinaan. Karena saat itu, Abu Bakar sudah tahu kalau Nabi akan melamar Hafshah.
Namun karena itu masih sebuah rahasia, Abu Bakar tidak menyampaikan kepada siapa pun, termasuk kepada Umar. Saat itulah, Umar bin Khaththab memahami kenapa sahabat karibnya itu terdiam waktu itu: karena sebuah rahasia pribadi.
**
Semakin dekat sebuah persahabatan, semakin banyak rahasia yang saling bertukar satu sama lain.
Karena itu, jagalah rahasia pribadi sahabat kita, meskipun rahasianya terkesan biasa saja. [Mh]