ChanelMuslim.com – Berkat program-program unggulan yang sukses mengentaskan kemiskinan, Badan Amil Zakat (BAZNAS) dipercaya mengampanyekan kehebatan zakat di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
BAZNAS memperkenalkan “inklusi zakat” (zakat inclusion) sebagai solusi masalah ekonomi dan sosial global.
Hal itu mengemuka saat Wakil Ketua BAZNAS, Dr. Zainulbahar Noor, SE, M.Ec, tampil mewakili Ketua BAZNAS, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA, sebagai pembicara pada side event Economic and Social Council (Ecosoc) PBB, di Kantor Pusat PBB, New York, Amerika Serikat (AS), Senin (23/4) waktu setempat.
“BAZNAS memperkenalkan ‘zakat inclusion’ yang kita yakini pertama di dunia dan telah diluncurkan Presiden Jokowi pada Juni 2017 atau bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan dalam format ‘payment of zakat through branchless banking syatem’ atau agen laku pandai. Ini yang bersama Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) New York kita kampanyekan pada IDB, UNDP dan PBB,” kata Zainul dalam keterangan persnya.
Zainul menceritakan, pada November 2017, ia diminta mewakili Ketua BAZNAS Prof. Bambang Sudibyo, MBA, CA, menghadiri forum yang membahas pendanaan untuk Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di New York dan Washington DC, AS.
“Sangat terasa zakat dan BAZNAS menjadi top of mind di forum tersebut yang mengangkat tema ‘Innovative Financing for SDGS: The Role of Islamic Finance’,” cerita Zainul.
Berdasarkan fakta itu, Zainul meyakini bahwa dunia semakin menyadari zakat telah mengalami pergeseran dari sekadar isu filantropi ke solusi sosial dan ekonomi.
”Saya menyaksikan dan mendengarkan sendiri bagaimana pejabat-pejabat tinggi PBB dan UNDP menilai pendanàan SDGs tidak ingin terlalu bergantung pada donasi, tetapi melalui pendanaan alternatif. Karena itulah mereka sangat gandrung menggunakan kata alternative financing,” kata Zainul.
Gagasan tersebut, lanjut dia, langsung ditangkap oleh Direktur UNDP Indonesia, Christophe dan Wakil Direktur Francine Pickup dengan mendirikan Innovative Financing Lab yang telah diakui PBB.
“Dalam hal ini, BAZNAS berada di depan. Karena sebagai sebuah lembaga yang total berkecimpung di bidang zakat, insya Allah BAZNAS lebih mengetahui dan berada di posisi terdepan. Kami yakin PTRI New York sangat gencar menyuarakan bahwa ‘innovative financing dan ‘zakat inclusion’ adalah hal yang genuinely digagas BAZNAS,” tutur Zainul.
Dia mengisahkan, setelah kembali dari New York pada forum PBB sebelumnya, Dubes RI di PBB, Dian Triansyah Djani, memprakarsai diskusi panel untuk menggalang dukungan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
“Sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia leading dalam ekonomi-keuangan syariah dan ‘zakat for SDGs’,” ungkap Zainul .
Dia menambahkan, setelah menghadiri Forum Ecosoc PBB, BAZNAS akan melakukan pembicaraan dengan Lembaga Program PBB untuk Pengungsi Palestina atau United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA), terkait zakat untuk pengungsi Palestina pada 27-28 April 2018.
Zainul menjelaskan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro menjadi pembicara kunci pada diskusi panel bertema “Ecosoc Forum on Innovative Financing for SDGs: The Role of Islamic Finance” itu.
Kegiatan tersebut diselenggarakan Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di PBB, bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IDB), Pemerintah Bangladesh dan Lembaga Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Programme (UNDP).
Menurut Zainul, sebagai salah satu dari dua keynote speakers, Prof Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara pertama di dunia yang menerbitkan green sukuk untuk program-program SDGs.
Dia menandaskan, melalui lembaga-lembaga internasional, BAZNAS bekerja keras menggapai visi menjadi organisasi pengelola zakat (OPZ) terbaik di dunia.
“Akan kita jawab tantangan global atas apa yang disebut mendakwahkan maqasid syariah zakat dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat Barat,” ujar dia.
Zainul kembali mengingatkan bahwa hal tersebut telah dipaparkannya pada workshop yang mengangkat tema sama pada November 2017 di New York dan Washington DC, AS. Aktivitas tersebut digelar International Monetary Fund (IMF) bekerja sama dengan UNDP dan PBB dengan tuan rumah Kedubes Slovakia.
“Pemaparan tentang hal tersebut juga telah saya sampaikan dalam acara Brown Pack Luncheon yang dihadiri para pejabat PBB di Kantor Pusat UNDP,” ucap Zainul.
Ia menerangkan, banyak program BAZNAS sejalan dengan tujuan SDGs. Artinya, melalui kegiatan BAZNAS, Indonesia sudah masuk atau sejalan dengan program UNDP yakni mencapai SDGs. Yakni, ada 10 dari 17 poin SDGs yang sejalan dengan BAZNAS.
Dia menjelaskan, zakat adalah instrumen keagamaan yang merupakan kewajiban dan kesediaan 1,8 miliar penduduk Muslim global atau 25 persen dari total jumlah penduduk dunia. Ini potensi finansial yang luar biasa untuk pengentasan kemiskinan dengan skala internasional.
Apalagi BAZNAS-UNDP telah memulai hal itu melalui proyek PLTMH untuk kaum dhuafa di Jambi senilai 350.000 dolar AS dari BAZNAS dan pendanaan lainnya oleh UNDP yang mereka peroleh dari Global Environment Fund (GEV).
Kerja sama juga akan dilakukan untuk pemberdayaan nelayan miskin melalui program Zakat Community Development (ZCD) seperti yang telah diimplementasikan di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah; Langkat, Sumatera Utara serta ZCD untuk suku terasing dan sebagainya.
Sementara itu, Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di New York mendukung kebijakan BAZNAS memaparkan potensi dan praktik terbaik pemanfaatan keuangan Islam dalam mencapai SDGs. Sehingga, PTRI memediasi BAZNAS tampil sebagai narasumber mengampanyekan tentang zakat pada Forum Ecosoc PBB. (red/rilisBAZNAS)