TUMBUH bersama sebagai pasangan di era digital menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pasangan. Belakang ini, istilah pelakor, perebut laki orang, selingkuh, dan semacamnya menjadi istilah yang ramai dibicarakan.
Kemudian kita dibanjiri berita dan cerita tentang suami yang tergoda perempuan lain dan perempuan penggoda tidak merasa perlu untuk menyembunyikannya.
Istri yang merasa dikhianati juga tidak malu curhat di media sosial sehingga persoalan keluarga yang seharusnya berada di ranah privat menjadi pergunjingan di ruang publik.
Baca Juga: Suami Meylisa Zaara Ketahuan Gay, Berikut Ini Tips Agar Lebih Teliti dalam Memilih Pasangan
Tumbuh bersama sebagai Pasangan di Era Digital
Kita harus mengakui jika media sosial memberi pengaruh pada pola relasi kita dengan orang lain termasuk dalam pernikahan. Harus kita sadari baik buruknya pengaruh media sosial pada setiap relasi kita tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan media sosial.
Ada baiknya jika kita memanfaatkan media sosial sebagai media kita untuk mengkampanyekan hidup lebih baik dan menginspirasi orang lain untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
Beberapa waktu lalu tingkat perceraian sempat meningkat dan kisahnya wara-wiri di layar kaca kita. Hampir setiap hari berita perceraian selebriti diumumkan ke masyarakat.
Diawali dari persoalan orang ketiga, tidak mau dimadu, dan yang berakhir dengan perebutan hak asuh anak. Jika kita perhatikan betapa perceraian itu melelahkan jiwa dan raga.
Ada baiknya kita kembali mengingat tujuan pernikahan kita. Ketika kita mengatakan menikah karena cinta bukan berarti jika sudah tidak ada cinta lagi, pernikahan boleh bubar begitu saja karena ada jiwa anak-anak yang harus kita pikirkan.
Karena cinta itu sebuah anugerah yang harus setiap hari kita rawat. Karena cinta itu seharusnya membuat kita selalu melangkah bersama menuju tujuan akhir, bersama sampai surga.
Dalam Islam, pernikahan adalah sebuah janji yang mengikat seorang perempuan dengan suaminya.
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisa: 21)
Kita mengenal perjanjian kuat ini dengan nama Mitsaqan Ghalizha. Perjanjian kuat ini setara dengan perjanjian antara Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan para Nabi dan Rasul-Nya.
“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.” (QS. An Nisa: 154)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS. Al Ahzab: 7)
Pasangan era digital kini menghadapi tantangan hidup yang lebih beragam. Mulai dari kurangnya quality time karena masing-masing sama sibuknya, persoalan pengelolaan keuangan keluarga karena biaya hidup yang semakin tinggi, dan pengaruh perkembangan teknologi digital.
Semua persoalan dalam kehidupan pernikahan kita disebabkan oleh gaya hidup dan modernitas yang banyak mempengaruhi kehidupan manusia era sekarang.
Namun pasangan era digital saat ini memiliki harapan yang besar untuk bertahan bersama. Pasangan sekarang lebih mempunyai kesadaran untuk “tumbuh” bersama. Ada harapan untuk memercayakan pasangannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya.
Berapa banyak pasangan yang bersama-sama maju dalam bisnis mereka. Banyak pasangan yang juga mengijinkan atau mendorong pasangannya untuk berkarya sesuai kapasitanya.
Bagi istri juga banyak peluang yang diberikan suami, bekerja di rumah atau melanjutkan sekolah meski mereka sudah memiliki anak. “Tumbuh bersama” bisa menjadi solusi dalam pernikahan kita. [Maya Agustiana/Cms]