BUKAN Negeri tanpa Ayah, tulisan ini dipersembahkan oleh Motivator Parenting dari Rumah Pintar Aisha, Randy Ariyanto sebagai bahan evaluasi sebagai orang tua, khususnya bagi para Ayah.
Bunda yang baik, tulisan ini khusus untuk suami Bunda yang telah bertransformasi menjadi seorang ayah bagi anak-anaknya.
Dulu, saat suami masih anak-anak, generasi suami disibukkan dengan permainan di luar rumah yang bersifat fisik, misalnya bermain sepak bola, kelereng, layang-layang, bersepeda, memancing ikan dan mainan sejenis lainnya.
Mereka puas dengan permainannya dari sepulang sekolah jam 12 sampai menjelang maghrib. Selepas maghribpun mereka melanjutkan bermain sampai larut malam.
Bagi mereka, ayah ada atau tidak ada di rumah, itu tidak penting. Sudah umum, sosok ayah yang mereka kenal itu adalah ayah yang aktivitasnya mencari nafkah, pulang kantor baca koran sambil minum kopi, malam hari bergadang dengan tetangga sampai larut malam.
Antara ayah dan anak, waktu itu sama sekali tidak ada interaksi intens. Anakpun dibiarkan sendiri dan mandiri.
Cerita masa lalu suami itu, saat ini tertanam dalam otak bawah sadarnya.
Coba perhatikan suami Bunda, apakah ayahnya anak-anak ini, datang pagi-pagi pulang larut malam entah karena urusan pekerjaan atau sekedar menghabiskan malam hari bersama teman-temannya.
Seolah-olah tugas seorang ayah itu hanya mencari nafkah, titik.
Di saat hari libur Sabtu dan Minggu, eh suami malah sibuk dengan urusannya sendiri, benerin mobillah, sibuk dengan burunglah, jalan bersama temanlah, atau lebih parahnya lagi malah sibuk menghabiskan waktu seharian dengan bermain games.
Sabtu dan Minggu, ayah ada tetapi tidak hadir bersama anak. Trus anak bagaimana.
baca juga: Pola Pendidikan saat Ayah Jarang Pulang
Bukan Negeri tanpa Ayah (1)
Sekarang ini, anak sudah tidak bebas seperti waktu dulu. Anak hanya bisa bermain di dalam rumah atau minimal di halaman komplek rumah.
Trus, apa yang mereka mainkan, apalagi kalau bukan game dan internet. Mereka menghabiskan waktu bermain game atau berselancar di dunia maya tanpa pendampingan dan tanpa pengawasan.
Tragis, yah sungguh tragis. Bersyukur jika Bundanya masih perhatian dengan anak, nah kalau Bundanya sendiri juga sibuk misalnya Bunda sebagai ibu rumah tangga sibuk dengan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai atau Bunda seorang ibu bekerja yang sibuk dengan urusannya sendiri, menghabiskan waktu di salon atau ngerumpi dengan teman-temannya.
Trus bagaimana nasib anak, maka tadi saya katakan tragis. Anak dididik oleh games dan sosmed. Mau jadi apa anak ini kedepan.
Bunda, ingatkan suami bahwa tugas seorang ayah itu tidak sekedar mencari nafkah, membelikan baju bagus, makanan enak atau menyediakan rumah dan kendaraan yang nyaman.
Nah, sekarang saya mau berbicara dengan ayah nih. Wahai Ayah perhatian hadis ini.
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin, seorang lelaki adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka.” (HR. Muslim).
Wahai Ayah, engkau adalah pemimpin bagi keluargamu. Engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanmu.
Coba bayangkan wahai Ayah, saat engkau dihadapan-Nya, saat ditanya bagaimana tanggungjawabmu mendidik istri dan anak-anakmu.
Dan engkau tercengang, mukamu pucat, matamu memerah, mulutmu menganga, tubuhmu tersentak dan bergetar hebat.
Engkau mendengar teriakan penjaga neraka yang sangat mengerikan memanggil-manggil namamu dengan penuh kebencian dan kemarahan.
Semua atas ulahmu sendiri, karena kelalaianmu mendidik istri dan anak-anakmu, karena engkau tak peduli menjaga istri dan anak-anakmu.
Anakmu akan mengadu di persidangan dan menuntutmu karena engkau tidak mendidiknya dengan baik, hingga mereka terjerembab masuk neraka.
Istrimu akan menuntut pertanggungjawabanmu atas sikap diammu yang menyeretnya ke jurang neraka. Engkau akan mempertanggungjawabkan semuanya.
Tuntutan dari keluargamu itu akan menjerumuskanmu ke lembah neraka yang lebih dalam lagi. Kalian akan menjadi keluarga yang saling menuntut dan saling mengkutuk.
Sungguh tragis, jangan wahai Ayah. Jangan sampai terjadi. Jangan jadikan cerita itu nyata. Jagalah istri dan anakmu dari api neraka sebagaimana yang Allah firmankan:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu atas api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (QS. At Tahrim : 6).
Ayah, hadirlah di tengah-tengah keluargamu. Lakukan yang terbaik untuk keluargamu dan bercita-citalah untuk masuk surga sekeluarga. Anak itu anugerah tetapi jika salah urus bisa menjadi musibah.[ind]