CEMBURU itu buta. Bisa membutakan pikiran dan perasaan. Bayangkan, hanya karena dugaan cemburu, seorang ayah bisa tega ‘meniadakan’ empat buah hatinya.
Peristiwa yang terjadi belum lama ini di Jagakarsa, Jakarta Selatan, sangat memprihatinkan. Seorang ayah diduga membunuh empat buah hatinya karena cemburu terhadap istrinya. Nauzubillah. Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti itu.
Pertanyaannya, bukankah cemburu itu tanda cinta? Lalu, bagaimana agar cemburu tidak menjadi bahaya seperti itu?
Cemburu Itu Tanda Cinta
Cemburu memang tanda cinta. Kalau nggak ada cemburu, itu pertanda bahwa suami atau istri nyaris tak ada cinta.
Hal ini karena cinta beriringan dengan perasaan memiliki. Istri ‘milik’ suami, dan begitu pun sebaliknya. Cinta menyatukan mereka seperti saling memiliki.
Justru, suami istri yang tidak saling cemburu menunjukkan ada masalah di antara mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cemburu termasuk bagian dari iman, dan tak berdaya menghadapi istri yang bermesraan dengan orang lain termasuk bagian dari kemunafikan.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi)
Kontaminasi di Sekitar Cemburu
Kontaminasi artinya pencemaran. Ketika cemburu tidak murni lagi tentang cinta, di situlah akan terjadi pencemaran yang berakibat buruk.
Di antara pencemaran itu eksploitasi atau tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban suami istri. Bisa istri yang menjadi korban, bisa juga suami.
Keseimbangan itu kesadaran untuk saling melengkapi kekurangan. Jadi bukan tentang siapa yang kuat, dia yang berkuasa. Tapi satu sama lain saling membantu.
Bentuk pencemaran lain adalah cemburu yang tidak rasional. Yaitu, munculnya halusinasi tentang cemburu. Seolah-olah, ada PIL atau WIL yang berusaha merebut pasangannya secara gerilya. Padahal, hanya permainan halusinasi.
Matangkan Hati dan Cinta dengan Zikrullah
Faktor lain yang bisa mendewasakan cemburu adalah kematangan cinta itu sendiri. Cinta itu anugerah Allah. Allahlah yang menumbuhkan cinta dalam hati dan melestarikannya dalam kasih dan sayang.
Meletakkan cinta apa pun di bawah naungan cinta Allah merupakan keberkahan dari cinta itu sendiri. Dengan begitu, segala aktivitas di bawah naungan cinta Allah akan meraih pahala.
Cara merawatnya sangat sederhana. Tapi pelaksanaannya yang kadang tidak mudah. Yaitu, melazimkan zikrullah pagi dan petang.
Zikrullah sama dengan menyirami hati dengan cahaya Allah. Sehingga hati pun menjadi lembut, penuh cinta dan kasih sayang kepada keluarga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan aku adalah yang paling baik untuk keluargaku.” (Al-Hadis)
Inilah salah satu output dari ketinggian nilai zikrullah yang telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena tidak ada yang lebih tinggi zikrullahnya melampaui zikrullah Nabi.
Meski Rasulullah memiliki lebih dari satu istri, tapi sosok beliau di mata para istrinya tidak pernah turun derajat dan cintanya. Selalu sebagai suami terbaik. Teman terbaik. Pembimbing terbaik. Dan pengayom terbaik.
Jadi, silakan cemburu karena hal itu memang wajar. Tapi murnikanlah cemburu dalam naungan cinta kepada Allah subhanahu wata’ala. Dengan begitu cemburu pun bisa menjadi keberkahan, bukan musibah. [Mh]