SEORANG anak merasakan hidup di sebuah lingkungan baru. Banyak tetangga, dan tentu saja banyak komentar.
Setiap kali keluar rumah, sang anak merasakan hal yang tidak nyaman dari ‘kiri-kanan’nya. Ada saja tetangga yang komen.
“Itu anak mau ngapain keluar malam-malam, apa berani?”
Ada lagi yang komen, “Kok bajunya itu-itu aja. Apa nggak ada lagi baju yang lain?”
“Kasihan itu anak. Selalu dia yang disuruh ayah ibunya belanja ke warung!” Itu komen yang lain lagi.
“Aneh ya itu anak. Ayah ibunya putih, dianya malah agak hitam,” suara komen lain juga mengusik batinnya.
Akhirnya, sang anak memutuskan untuk tidak mau keluar rumah. Ia pusing dengan komen-komen tetangga yang menelisiknya di sepanjang jalan.
“Kenapa kamu nggak ma uke warung, Nak?” tanya ibunya suatu kali.
“Aku malas, Bu. Selalu aja ada yang komentar aneh tentang aku,” jawab sang anak, spontan.
“Baiklah kalau begitu,” sahut sang ibu. “Nanti kalau kamu mau keluar, bawa gelas berisi air ini. Jangan sampai tumpah,” ungkap sang ibu.
“Memangnya kenapa kalau tumpah, Bu?” tanya sang anak, penasaran.
“Ya kamu lihat saja nanti, kenapa kalau tumpah,” sergah ibunya meyakinkan. “Pokoknya, perhatikan saja airnya!” tambah sang ibu.
Sepulang dari warung, ibunya menanyakan apakah airnya tumpah. Sang anak menjawab tidak. Begitu pun di kesempatan lain dan lainnya lagi.
Suatu hari, sang ibu menanyakan ke sang anak apakah ada komen-komen di jalan sana. Sang anak menjawab, “Rasanya aku tak mendengarkan apa-apa, Bu!”
**
Kadang sebagian kita merasakan seperti yang dirasakan sang anak itu. Merasakan seperti begitu banyak orang yang komen tentang dirinya. Dan itu sangat tidak nyaman.
Obatnya sederhana: fokus saja ke tujuan yang kita lakukan, dan jangan sibukkan hati dan pikiran dengan apa yang orang komenkan tentang kita. Persis seperti perhatian sang anak dengan air dalam gelasnya. [Mh]