PAGAR kesadaran merupakan pembatas untuk mereka yang cerdas. Bahwa apa yang dilarang merupakan hal buruk dan apa yang diperbolehkan adalah baik.
Seekor sapi dan anjing tampak berbincang di sisi sebuah pagar kayu yang memanjang di sepanjang tanah lapang. Pagar itu lebih mirip seperti rangka: hanya ada tiang-tiang, kayu penghubung antar tiang, dan satu kayu penghubung antar tengah tiang.
“Apa kamu mau keluar pagar, Sapi?” ucap anjing sambil sesekali melewati celah-celah pagar yang longgar.
“Buat apa?” tanya sapi, enteng saja.
“Mungkin kamu mau hidup bebas di luar sana!” jelas anjing seperti sedang membaca pikiran sapi. “Pagar ini hanya formalitas saja. Kamu bisa mendorongnya hingga roboh, atau bisa juga melaluinya dengan membungkuk,” tambah sang anjing lagi.
“Aku tahu pagar ini begitu rapuh. Tapi buat apa aku melewati batas pagar? Di sini semuanya tersedia. Rumput-rumputnya hijau, air minumnya ditambahkan vitamin, dan aku bisa melahirkan dan menyusui anak-anakku,” ungkap sapi.
“Ya, aku pun sama denganmu. Berbeda denganmu, aku hanya sesekali melewati pagar, tapi kemudian aku balik lagi kesini!” ungkap sang anjing dengan nada yang sama dengan sang sapi.
“Meski pagar pembatas ini hanya formalitas. Tapi aku yakin apa yang di luar pagar ini buruk buatku, dan apa yang di dalam pagar ini adalah yang baik,” jelas sang sapi yang juga diiringi anggukan sang anjing.
**
Dalam hidup ini ada pagar pembatas. Ada yang dihalalkan, dan ada yang diharamkan. Ada pula amal yang baik dan ada amal buruk atau maksiat.
Tak ada pagar besi yang memisahkan itu. Tak ada pula penjaga yang akan siap menghukum langsung para pelanggar batas itu.
Sangat tepat apa yang disampaikan sang sapi: yakinlah bahwa apa yang di luar batas pagar itu adalah hal yang buruk untuk kita, dan apa yang di dalamnya merupakan yang baik. Dan dengan berpegang pada keyakinan ini pula, hidup kita akan selamat sampai tujuan. [Mh]