JEJAK Imam Bukhari di Museum Imam Bukhari di kota Samarkand. Di museum itu, sosok Imam Bukhari muda yang terlahir dengan nama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari digambarkan rupawan.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti mengulas tentang kisah Imam Bukhari langsung dari perjalanannya di kota Bukhara.
Sejak tiga hari lalu, banyak DM menanyakan tulisan catatan perjalanan #PermataPeradabanIslamAsiaTengah. Qadarullah, dalam perjalanan, HP yang biasa saya gunakan untuk posting di sosial media rusak.
Bagi manusia modern, hidup tanpa gadget ibarat berada di ruang hampa yang terpisah dari dunia. Bukannya lebay, tapi demikianlah adanya.
Manusia modern sudah tak sanggup lagi melakukan banyak hal tanpa bantuan gadget.
Sebuah riset menunjukkan 57% Gen Z tidak bisa menemukan jalan menuju ke rumahnya tanpa bantuan Google Map!
Saya tak bisa membayangkan bagaimana para ulama dan penjelajah Muslim dahulu melakukan perjalanannya tanpa bantuan alat navigasi yang memadai dan hanya mengandalkan petunjuk alam.
Seperti yang terlihat di Museum Imam Bukhari di kota Samarkand. Museum itu meng-capture perjalanan Imam Bukhari dalam mengumpulkan hadis melalui gambar-gambar indah dan artefak yang ditinggalkan.
Museum itu berada di komplek pemakaman Imam Bukhari. Makam dan masjidnya saat ini masih dalam tahap renovasi, namun museumnya bisa dikunjungi.
Dinding hingga atap museum dipenuhi dengan gambar perjalanan hidup Imam Bukhari, sejak ia meninggalkan kampung halamannya di Bukhara sampai kembali lagi.
Baca juga: Imam Bukhari dan Hafalan Hadisnya
Jejak Imam Bukhari di Museum Imam Bukhari
Saya sangat terkesan dengan gambar besar yang melukiskan momen saat Imam Bukhari diuji oleh 10 gurunya di Baghdad. Gambar itu terasa sangat hidup.
Saya membayangkan, betapa terhormatnya majelis itu. Imam Bukhari bisa menjawab dengan tangkas semua pertanyaan yang diajukan.
Bahkan Imam Bukhari bisa “membetulkan” pertanyaan yang kurang tepat.
Di museum itu, sosok Imam Bukhari muda yang terlahir dengan nama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari digambarkan rupawan.
Hidungnya mancung, berkulit putih dengan badan tegap seperti pria Asia Tengah pada umumnya.
“Ini kalau di film pasti Imam Bukhari yang diperankan Dude Herlino,” batin saya.
Pada 210 H, di usia 16 tahun, ia meninggalkan kota Bukhara tempat kelahirannya menuju Tanah Suci bersama ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad.
View this post on Instagram
Di Tanah Suci, Bukhari muda mulai menyusun dasar-dasar kitab “Al Jami Al Shahih” atau yang lebih dikenal dengan nama “Shahih al-Bukhari”.
Ia melakukan pengembaraan untuk mengumpulkan tak kurang dari 600 ribu hadis, 300 ribu di antaranya dihafal.
Hadis-hadis yang dihafal itu terdiri dari 100 ribu hadis sahih dan 200 ribu hadis tidak sahih. Dari 100 ribu hadis sahih, hanya 7.275 hadis yang dicatatkan dalam kitabnya.
Ia melakukan perjalanan ke Syam (Palestine, Suriah, Lebanon, Jordan, hari ini), Mesir, Al-Jazirah (kawasan sepanjang sungai Tigris dan Eufrat) sebanyak dua kali.
Lalu ke Bashrah-Irak empat kali, ke Hijaz enam kali, dan tak terhitung berapa kali ke Kufah dan Baghdad untuk menemui para muhaddisin.
Sepanjang perjalanannya ia menemui sekitar 1.080 ahli hadis. Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Bukhari menemui para tabiin hingga sesama pencari ilmu seperti dirinya.
Bayangkan, perjalanan yang begitu berat dan jauh itu dilakukan ketika Gmap dan segala aplikasi petunjuk arah digital belum ditemukan.[ind]