ChanelMuslim.com – Awal Januari 2018 sepertinya masyarakat masih
dikhawatirkan oleh Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri. Berdasarkan laporan liputan6.com sedikitnya 17 warga kini (7/12/2018), dirawat di puskesmas dan rumah sakit, serta masih menjalani masa screening di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten/kota dari 20 provinsi melaporkan kasus penyakit ini. Di Jawa Barat, menurut situs Depkes, terdapat 13 kematian karena difteri, sedangkan di Banten mencapai 9 orang.
Angka kejadian difteri memang naik terus beberapa tahun belakangan ini. Pada 2016, menurut data profil kesehatan Indonesia, ada 415 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 24 kasus. Tahun sebelumnya, telah tercatat ada 252 kasus difteri dan 5 di antaranya meninggal dunia.
Tentu instansi kesehatan harus memeriksa faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya wabah. Namun, dilihat dari trennya, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi Indonesia memang terus mengalami penurunan. Pada 2012, partisipasinya mencapai 93,3 persen, tapi turun menjadi 86,8 persen pada 2013. Lalu, 89,9 persen di tahun 2013, menjadi 86,9 persen di tahun 2014 dan 86,5 persen di tahun 2015.
Difteri sesungguhnya telah berhasil diperangi Indonesia pada 1990, saat program imunisasi digalakkan. Namun, penyakit akibat infeksi bakteri yang umum menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan ini kembali hadir di Jawa Timur pada 2009.
Selain karena terdapat kelompok yang tidak divaksin sejak awal, wabah difteri diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat melakukan imunisasi DPT ulang setiap 10 tahun sekali. Menurut Direktur Surveilans dan Karantina Kemenkes RI, Elizabeth Jane Soepardi, kondisi ini menyebabkan ketahanan tubuh terhadap bakteri menurun.
“Terbukti 60 persen kasus difteri terjadi karena tidak diimunisasi,” ujar dr. Jane kepada Tirto.id.
Tentu tak semua anak atau orang dewasa bisa diimunisasi. Ada kondisi-kondisi tertentu, misalnya alergi, yang membuat tak semua orang bisa disuntik vaksin. Namun, lingkungan di sekeliling anak atau orang dewasa yang punya pengecualian tersebut tetap harus mendapat imunisasi.
Imunisasi tak hanya penting bagi tiap-tiap individu yang disuntik, tapi juga bagi tetangga atau orang di sekitarnya yang punya kekhususan tak bisa diimunisasi. Lingkungan yang mayoritas penduduknya diimunisasi sehingga tak tertular virus atau bakteri, akan menjadi benteng bagi segelintir individu yang tak bisa disuntik vaksin dan menjadi perisai bagi orang yang punya kerentanan lebih tinggi.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga terus menggencarkan kampanye imunisasi lengkap untuk mencapai cakupan imunisasi yang lebih luas. Beberapa himbauan dan pernyataan terhadap KLB difteri telah dilakukan IDAI sebagai upaya mengedukasi masyarakat agar tetap waspada terhadap serangan difteri. (Wnd/Tirto)