PEMBAYARAN hutang dianjurkan untuk segera dilaksanakan karena menyangkut hak orang lain. Ketika pembayaran hutang sengaja ditunda apalagi untuk suatu kebutuhan yang tidak mendesak maka akan tercatat sikap zolim, sebagai mana hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَع (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menunda-nunda pembayaran hutang bagi yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan apabila piutang salah seorang dari kalian dialihkan kepada orang yang kaya, maka terimalah.” (HR. Muslim, hadits no. 2924)
Ketika Pembayaran Hutang Sengaja Ditunda
Baca Juga: Ketika Berhutang Harus Disertai dengan Barang Jaminan (Gadai)
Ustaz Rikza Maulan, Lc, M.Pd memberikan beberapa hikmah hadis di atas:
1. Bahwa hutang memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrawi secara sekaligus; harus diselesaikan ketika masih hidup di dunia, atau kelak dapat berpotensi menanggung resiko berupa tidak akan mendapat ampunan dosa di akhirat jika sampai akhir hayatnya dia tidak menunaikan hutang-hutangnya.
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa orang yang mati syahid sekalipun, ia akan diampuni segala dosanya kecuali hutang. (HR. Muslim)
2. Bahkan dalam hadis lain riwayat Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan jenazah seorang sahabat yang meninggal dunia dan belum melunasi hutangnya; dari Salamah bin Al Akwa’ ra berkata,
“Kami pernah duduk bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dihadirkan satu jenazah, kemudian orang-orang berkata, “Mari menshalatkan jenazah ini”.
Maka Beliau bertanya, ‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka berkata, ‘Tidak’. Kemudian Beliau bertanya kembali, ‘Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Tidak”. Akhirnya Beliau menshalatkan jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah yang lainnya kepada Beliau, lalu orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, engkau berkenan menshalatkan jenazah ini?”. Maka Beliau bertanya: “Apakah orang ini punya hutang?” Dijawab: “Ya”.
Kemudian Beliau bertanya kembali: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Ada, sebanyak tiga dinar”.
Maka Beliau bersabda: “Shalatilah saudaramu ini (sementara beliau sendiri tidak)”. Maka Abu Qatadah berkata, “Wahai Rasulullah, aku yang menanggung hutang-hutangnya”. Maka Beliaupun kemudian menshalatkan jenazah itu. (HR. Bukhari no 2127).
3. Bahwa orang yang mampu membayar hutang, namun menunda-nunda pembayarannya adalah termasuk dalam perbuatan dzalim. Sehari ia menunda pembayaran hutang, maka berarti sehari ia berbuat zalim. Jika menunda seminggu maka berarti ia zalim dalam seminggu dan jika ia menunda setahun maka ia dzalim dalam setahun tersebut.
Na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita semua dihindarkan dari terlilit hutang dan semoga kita semua diberikan kemudahan rizki yang halal dan berkah. Amiiin ya Rabbal Alamiin.
Wallahu A’lam
[Ln]