SERINGKALI seseorang mencemaskan masa depannya. Masa depan yang gelap. Mencemaskan lenyapnya kenikmatan, kedudukan, kekuasaan, dan jabatan.
Mencemaskan rezeki, kesehatan, kekayaan, bisnis, anak cucu, dan lainnya. Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. menjelaskan bagaimana manusia dapat meraih ketentraman hati.
Orang yang beriman mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa, di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu:
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَـكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. Ya-Sin: 83)
Baca Juga: Masa Depan Anak Bisa Jadi Energi untuk Keharmonisan Keluarga
Masa Depan yang Gelap
Orang beriman mengetahui bahwa masa depan merupakan bagian dari “perkara ghaib” yang hanya diketahui Allah:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut.
Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.
Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)
Orang beriman menyadari kewajiban usaha yang harus dilakukan sebatas kemampuannya, terkait masa depannya di dunia ini atau pun masa depannya di akhirat:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Dengan mengingat semua prinsip keimanan tersebut, hati seorang mukmin merasa tenteram.
Ia tidak mencemaskan sesuatu yang berada di luar kemampuan dan usahanya, tetapi menyerahkannya kepada Allah Yang Maha Mengetahui semua yang ghaib dan nyata:
عٰلِمُ الْغَيْبِ وَا لشَّهَا دَةِ الْكَبِيْرُ الْمُتَعَالِ
“(Allah) yang mengetahui semua yang gaib dan yang nyata; Yang Maha Besar, Maha Tinggi.” (QS. Ar-Ra’d: 9)
Lebih tenteram lagi hati seorang mukmin bila dalam menghadapi kegalauan masa depannya ia mengamalkan doa yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadis berikut:
مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ
تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ بَلَى يَنْبَغِي لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا
“Tidaklah seseorang mengalami kesedihan dan tidak pula duka, lalu ia mengucapkan;
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu dan anak hamba wanita-Mu, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, hukum-Mu berlaku padaku dan ketetapan-Mu padaku adalah adil.
Aku memohon kepada-Mu dengan segenap nama-Mu atau yang Engkau namai diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu
atau engkau turunkan di dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur`an sebagai penyejuk hatiku dan cahaya dadaku
serta penawar kesedihanku dan pelenyap dukaku. Kecuali Allah akan menghilangkan kesedihan dan kedukaan serta menggantinya dengan jalan keluar”.
Ia berkata; Lalu dikatakan; Wahai Rasulullah, bolehkah kami mempelajarinya? Beliau menjawab: Tentu, orang yang telah mendengarnya semestinya mempelajarinya.” (Musnad Ahmad 3528).[ind]