HINGGA saat ini masih banyak orangtua yang berfikir bahwa cara terbaik mendidik anak adalah dengan memberikan fasilitas yang berlimpah berupa materi. Hal ini menyebabkan orangtua, baik ayah maupun ibu, sibuk bekerja di luar rumah dan anak dititipkan kepada pengasuh demi menjamin masa depannya. Disinilah ilusi rezeki tentang pengasuhan anak bermula.
Dikutip buku Parenting with Heart karya Ela Daryati dan Anna Farida menyebutkan, “Tuntutan zaman yang kian materialistis menghadirkan ilusi berupa ketakutan akan masa depan anak-anak. Karena cemas tidak bisa memberikan jaminan materi layak kepada keluarga, lalu orangtua memutuskan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dan energi dibidang pekerjaan.”
Baca Juga: Ayah Perlu Tahu, Psikolog UGM Ungkap Pentingnya Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak
Ilusi Rezeki Tentang Pengasuhan Anak
Memang tidak ada yang salah dengan mengais rezeki lebih banyak berupa harta, namun orangtua perlu ingat bahwa anak juga membutuhkan ‘fasilitas’ spiritual dari kasih sayang, pendidikan, dan perhatian orangtuanya.
“Hasil pengasuhan tak bisa dilihat dalam waktu singkat. Fakta inilah yang kemudian disisihkan, dan manusia cenderung mengedepankan hal yang instan dan segera terlihat hasilnya. Kebetulan, keputusan mengejar harta ini pun didukung oleh “misi mulia”, membahagiakan keluarga.”
Gambaran masyarakat modern, dimana ayah bekerja dari pagi hingga gelap bahkan hingga ke luar kota dan ibu yang harus berangkat ke kantor sebelum pukul enam.
Anak dititipkan kepada pengasuh, bahkan setelah pulang sekolah ia harus singgah menjemput ibunya di kantor. Setelah sampai rumah, anak di sibukkan dengan gadget. Mekanisme ini terus berjalan setiap hari.
Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan materi dengan porsi yang besar ini akhirnya membuat keluarga lupa bersyukur dan lupa bahwa ada campur tangan Allah dalam setiap rezeki yang kita peroleh.
Cara pandang terhadap rezeki juga masih terbatas pada sesuatu yang terlihat berupa materi. Padahal materi tidak selalu membawa ketenangan. Ada kebutuhan lain berupa rezeki spiritual yang jauh lebih penting untuk didapatkan dan diusahakan.
“Yang disebut rezeki itu bukan soal jumlahnya banyak atau sedikit, tapi apakah ia mendatangkan kelapangan atau kesempitan. Lihat efeknya, apakah materi yang kita kumpulkan itu menghadikan kebaikan bagi diri kita dan keluarga atau tidak.”
Oleh karena itu, orangtua hendaknya lebih banyak menginvestasikan waktu bersama anak dan keluaga dibanding dengan pekerjaan, karena harta saja tidak bisa menjamin anak akan berada dalam kondisi sempurna tumbuh kembangnya. Ini penting karena pertumbuhan psikologis anak harus diperhatikan sejak dini. [Ln]