BOLEHKAH seseorang berhutang disertai dengan barang jaminan? Adakah potensi timbulnya riba dari hutang atau barang jaminan tersebut?
Berikut ini jawaban dari Ustaz Rikza Maulan, Lc, M.Pd
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ فَأَعْطَاهُ دِرْعًا لَهُ رَهْنًا (رواه مسلم)
Dari ‘Aisyah ra berkata, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara pembayaran yang ditangguhkan. Dan beliau menggadaikan baju besinya sebagai jaminan.” (HR. Muslim, hadits no. 3007)
Baca Juga: Al-Baqarah Ayat 282, Perintah untuk Mencatat Hutang
Ketika Berhutang Harus Disertai Dengan Barang Jaminan (Gadai)
Hikmah Hadis:
1. Bolehnya melakukan transaksi hutang piutang atau jual beli dengan tidak tunai, disertai dengan menggadaikan barang tertentu sebagai jaminannya (rahn).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah melakukan transaksi tersebut dengan seorang Yahudi, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggadaikan (menjaminkan) baju besi beliau sebagai jaminannya.
2. Bahwa dalam transaksi gadai (rahn), secara subtsansi sebenarnya terjadi multi akad (uqud murakkabah) yaitu antara akad qardh (hutang) dengan rahn (jaminan/gadai).
Ditambah lagi, dalam kasus hadis di atas bahwa qardh (hutang) dan rahn (gadai/jaminan) adalah terjadi akibat adanya akad bai‘ (jual beli). Sehingga pada dasarnya multi akad termasuk dalam transaksi yang boleh untuk dilakukan.
3. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa rahn (gadai) sangat berpotensi menjadi riba, apabila tidak berhati-hati dalam menjalankannya. Gadai bisa menjadi riba apabila terjadi hal-hal berikut:
1). Hutang dengan jaminan (gadai), yang hutangnya disertai dengan bunga. Misalnya berhutang Rp 1 juta dengan jaminan emas, namun pengembaliannya disyaratkan ada bunganya 10 persen, sehingga menjadi Rp 1.100.000,-.
Tambahan Rp 100 ribu dalam hutang tersebut adalah riba, termasuk riba qardh atau riba nasi’ah.
2). Barang yang dijaminkan atas dasar hutang yang diberikan, dipergunakan atau dimanfaatkan atau diambil manfaatnya oleh si pemberi hutang, untuk kepentingannya sendiri.
Sebagai contoh seseorang berhutang Rp 5 juta dengan jaminan sepeda motor. Lalu sepeda motor tersebut dimanfaatkan oleh pemberi hutang, dengan digunakan setiap hari untuk pulang pergi kerja, jalan-jalan dsb.
Maka meskipun pinjamanannya tanpa bunga, namun tetap terdapat unsur ribanya. Karena pemanfaatan barang yang digadaikan adalah termasuk riba. Dalam hal ini juga masuk dalam riba nasi’ah.
3). Barang jaminan langsung menjadi milik si pemberi pinjaman ketika peminjam tidak mampu membayar hutangnya dengan tanpa memperhitungkan harga barang jaminan dengan jumlah hutangnya.
Seperti kasus di atas dimana sepeda motor dijadikan jaminan atas hutang Rp 5 juta, yang ketika ia tidak mampu bayar, lalu sepeda motor tersebut menjadi milik si pemberi pinjaman.
Padahal sepeda motor tersebut nilainya adalah Rp 8 juta. Ada selisih nilai antara hutang dengan barang jaminannya.
Maka seharusnya selisih tersebut dikembalikan kepada orang yang berhutang agar tidak ada unsur saling mendzalimi satu dengan yang lainnya dan terhindar dari riba.
Wallahu A’lam