SELAIN beristigfar untuk memohon ampunan diri sendiri, kita juga bisa melantunkan istigfar untuk orang tua. Bahkan, istigfar tersebut memiliki keutamaan, seperti salah satunya dapat menaikkan derajat orang tua kita.
Baca Juga: Sayyidul Istigfar dengan Keistimewaan Luar Biasa
Keutamaan Istigfar untuk Orang Tua
Rasulullah Shollallaahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
Sesungguhnya seseorang ditinggikan derajatnya di surga (kemudian dia heran dan berkata) mengapa bisa sampai tingkatan ini? Dikatakan kepadanya: itu disebabkan permohonan ampunan (istigfar) anakmu untukmu (H.R Ibnu Majah).
Istigfar dari seorang anak untuk orang tuanya bisa menyebabkan orang tua tersebut naik derajatnya.
Nabi Nuh tidak melupakan istigfar untuk kedua orang tuanya dalam doa :
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Wahai Tuhanku, ampunilah aku, dan ampunilah orang tuaku serta orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan…(Q.S Nuh:28).
Sahabat Nabi Abu Hurairah juga berdoa :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِى هُرَيْرَةَ وَلِأُمِّى وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُمَا
Ya Allah, ampunilah Abu Hurairah dan ibuku, dan ampunilah orang-orang yang beristigfar untuk keduanya. (H.R alBukhari dalam alAdabul Mufrad).
Sahabat Nabi Hudzaifah Ibnul Yaman -Kepercayaan Nabi dalam Menyimpan Rahasia- juga pernah meminta kepada Nabi :
فَاسْتَغْفِرْ لِي وَلِأُمِّي
Mintakanlah ampunan untukku dan ibuku.
Rasul kemudian bersabda :
غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا حُذَيْفَةُ وَلِأُمِّك
Semoga Allah mengampunimu wahai Hudzaifah dan ibumu (H.R Ahmad).
Tidak Berlaku jika Orang Tua Kafir
Istigfar kepada orang tua tidak diperkenankan jika orang tua meninggal dalam keadaan Kafir.
Sebagaimana Nabi Ibrahim dilarang untuk memohonkan ampunan bagi ayahnya yang Kafir.
Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam juga dilarang oleh Allah untuk beristigfar bagi bundanya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Dari Abu Hurairah Radliyallahu Anhu ia berkata: Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam pernah berziarah ke kubur ibunya kemudian beliau menangis, sehingga menangislah para sahabat lain di sekeliling beliau.
Kemudian beliau bersabda : Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mengampuninya (Ibunda Nabi) tapi tidak diizinkan. Kemudian, aku meminta izin (kepada Allah) untuk berziarah ke kuburnya, diizinkan.
Maka berziarahlah ke kubur, karena hal itu mengingatkan kepada kematian. (H.R Muslim).
Pelajaran penting : Kita bersedih sebagaimana sedihnya Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi Wasallam yang menangis pada waktu itu.
Namun, pelajaran penting yang bisa dipetik di antaranya adalah seseorang tidak bisa berharap dari keturunan/nasab.
Sebaik-baik apa pun nasabnya, sedekat apa pun kekerabatannya dengan manusia termulia, Tidak akan bisa terangkat jika ia Kafir kepada Allah Subhaanahu WaTa’ala.
Hal itu juga menunjukkan bahwa hidayah dan ampunan hanyalah milik Allah semata. [Cms]
Dikutip dari buku “Sukses Dunia Akhirat dengan Istighfar dan Taubat.”
Al Ustaz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.
http://telegram.me/alistiqomah