ChanelMuslim.com –
“The enemy of my enemy is my friend”
Obrolan pagi ini di meja makan bersama anak-anak yang di rumah, “The enemy of my enemy is my friend”.
“Begitulah bu, dalam doktrin politik,” kata Ifah.
Ismail : “Kenyataannya begitu. Jadi siapa saja yang tampak ikut bersama merasakan kepentingannya terganggu atau ikut mewakili kekecewaannya meski berbeda dalam pandangan politiknya, ia bisa menjadi teman”.
Saya menyimak dan mencoba mencerna obrolan ini.
Awalnya, membaca perkembangan terakhir perpolitikan di Tanah air dan dunia Internasional.
Diskusi dari soal SN vs KPK. Lanjut ke isu Middle East dan konflik kawasan.
Apakah benar politik itu bebas nilai ?
Politik dalam bahasa Arab ‘As-Siyasah’ (kendali, pengendalian). Kata serapannya menjadi ‘siasat’ (cara, taktik). Dalam konteks kekuasaan, politik adalah cara atau taktik memperoleh kedudukan, jabatan , atau kekuasaan.
Sebagian orang menyebut politik adalah seni mencapai tujuan. Jika kita menyebut kata politik yang dimaksud adalah semua hal yang menyangkut urusan negara dan kekuasaan.
Dalam buku “Sejarah Peran Politik Muslimah” Asma binti Ziyadah menyebutkan : Islam itu politik. Ketika seseorang sudah bersyahadat, maka ia sudah berpolitik .
Menjadi keniscayaan seorang muslim itu peduli politik. Peduli dengan lingkungan dan kebijakan yang ditetapkan oleh negara.
Dalam perspektif Islam, politik tidak bebas nilai. Justru politik itu sarana untuk menegakkan nilai dan memperluas maslahat bagi banyak orang.
Politik itu luhur dan netral. Menjadi berwarna tergantung siapa yang mengisinya.
Masalahnya,mencari orang baik dan jujur seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Teringat nasihat Erbakan “Jika muslim tidak peduli politik maka kekuasaan akan diisi oleh orang yang tidak peduli Islam”, bisa dianalogikan ” jika politik tidak diisi oleh orang baik dan jujur, maka kekuasaan akan diisi oleh orang yang memperkaya diri dengan halalkan segala cara dan tidak amanah.
—-
Melihat pikiran anak2 yang mengikuti perkembangan Indonesia dan dunia Islam, alhamdulillah menumbuhkan harapan, insya Allah.
Hal-hal yang bertentangan dengan bisikan hati jangan dilakukan, minimal pada sikap harus jelas berpihak kepada apa dan siapa.
Tetaplah berpihak pada kebenaran dan kejujuran. Cepat atau lambat waktu akan menguak semuanya. Manusia itu nisbi.
Mudah berubah dan pastinya fisik akan berubah dimakan waktu.
—–
Obrolan berhenti disini. Anak-anak kembali ke kesibukan masing-masing.
Sama seperti dulu ketika saya masih remaja sering diajak ngobrol oleh ayah dan ibu Rahimahullah (semoga Allah merahmati keduanya) di pagi hari atau ketika liburan sekolah.
Tanpa saya sadari ayah dan ibu menanamkan nilai tentang kejujuran dan keteguhan sikap. Mereka juga aktivis masyarakat semasa hidupnya.
Nilai ini tertanam di’back mind’. Jadilah orang jujur dan baik,nak. Karena itulah sebaik-baik bekal kau mengarungi kehidupan.
—-
Catatan Ustadzah Wiwi Wirianingsih di akun Facebook pada 23 November 2017