UJIAN datang silih berganti, membuat kita terkadang lelah, sakit, marah, kecewa dan sedih. Kita hampir putus asa saat memandang ujian hanya sebagai kesialan yang tak kunjung usai. Agar ujian menjadi ringan maka kita perlu mempelajari hakikat ujian yang Allah beri kepada kita.
لِيُخَفِّفْ ألَمَ البَلاَءِ عَنْكَ عَلَّمَكَ بِأنَّهُ هُوَ المُبْلِي لَكَ فَالَّذِي وَاجّهَتْكَ مِنْهُ الأقْدَارُ هُوَ الّذِي عَوَّدَكَ حُسْنَ الاِخُتِياَرِ
Agar ujian terasa ringan engkau harus mengetahui bahwa Allahlah yang memberi ujian. Dzat yang menetapkan takdir atasmu adalah Dzat yang selalu memberimu pilihan terbaik. (Syekh Ibnu Atha’illah, Al-Hikam)
Ustaz Faisal Kunhi M.A memberikan beberapa penjelasan terkait permasalah ini:
1. Tidak perlu risau saat Allah mengujimu karena ujian dari-Nya tidak pernah melampaui batas kemampuanmu untuk memikulnya. Jika cobaan dari-Nya terasa berat mungkin engkau kurang belajar padahal Dia telah memberikan banyak pelajaran kepadamu.
2. Perhatikanlah janji Allah dan Ia tidak pernah ingkar dengan janji-Nya:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al Baqoroh: 285)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Makna (التكليف) adalah urusan yang di dalamnya terdapat kesukaran, beban dan pengurasan tenaga; demikian jelas Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar.
Baca Juga: Selalu Ada Ujian Ukhuwah
Agar Ujian Menjadi Ringan
3. Jangan sedih saat mendapatkan ujian karena yang memberikan ujian adalah Dzat yang sayang kepada-Mu bahkan lebih sayang dari ibumu sendiri.
4. Ujian itu adalah tanda hadirnya cinta Allah kepada hamba-Nya, justru yang berbahaya adalah ketika Allah membiarkan hamba-Nya terjebak dalam kemaksiatan namun Ia tidak menegurnya.
Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
5. Ujian hadir untuk menyeleksi mana mukmin yang kualitasnya seperti emas dan mana yang imannya hanya seperti besi karat.
Simaklah nasihat Lukman kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ الذَّهَبُ وَالفِضَّةُ يُخْتَبَرَانِ بِالنَّارِ وَالمُؤْمِنُ يُخْتُبَرُ بِالبَلاَءِ
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”
6. Jangan buruk sangka kepada-Nya saat ujian menimpa karena semua yang Dia taqdirkan itu adalah kebaikan.
Ulama berkata: “Taqdir itu seperti tahi lalat; jika penglihatan kita fokus kepadanya maka akan terlihat buruk, namun jika melihat secara menyeluruh maka tahi lalat itulah yang membuat seseorang tampak jelita.”
7. Seorang mukmin selalu beruntung karena semua yang Allah tetapkan untuknya walau tidak sesuai dengan keinginannya adalah kebaikan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجِبْتُ لِلْمُؤْمِنِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ
“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.”
(HR. Ahmad, 3:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih). [Ln]