KISAH semut dan satu sendok sirup ini merefleksikan bagaimana karakter manusia bisa saja seperti apa yang dilakukan semut kecil ketika bertemu dengan harta dunia.
Sore hari memang sedang sibuk-sibuknya bagi seorang ibu untuk menyiapkan hidangan buka puasa bagi keluarganya. Tidak terkecuali ibu yang satu ini, ia sedang membuat sirup dingin nan segar.
Tanpa sengaja, ada sedikit sirup yang terjatuh ke lantai. Memang tidak banyak, kurang dari satu sendok. Tetapi kalau tidak segera dibersihkan tetap saja akan lengket. Apalagi itu jenis sirup yang kental seperti madu.
Segera saja si ibu hendak membersihkan gumpalan kecil itu di lantai. Tetapi belum lagi ia melakukannya, seekor semut datang mendekat, kemudian mencicipi sirup manis tersebut.
Semut hitam itu lantas pergi menjauh, tetapi tidak lama kemudian ia kembali dan mencicip lagi. Mungkin ia belum kenyang. Sampai akhirnya sang semut merasa sudah puas dengan nikmatnya sirup itu, ia lalu pergi.
Tanpa diduga, semut itu lagi-lagi kembali mendekati sirupnya! Apa yang terjadi? Mengapa ia terlihat mondar-mandir sejak tadi?
Si ibu terdiam memperhatikan tingkah polah semut hitam itu. Ia juga penasaran apa yang hendak dilakukan sang semut.
Terjawab sudah apa yang diinginkan semut itu sebenarnya. Rupanya ia ingin menikmati lebih jauh lagi, dan menguasai sirup itu sebanyak-banyaknya.
Tanpa pikir panjang, sang semut nekat menerobos masuk ke dalam gumpalan sirup! Mungkin ia berpikir betapa beruntungnya jika berada di tengah-tengah makanan nikmat itu.
Apa daya, sirup pekat itu melengket dengan seluruh tubuhnya dan akhirnya ia mati di tengah-tengah gumpalan makanannya sendiri.
Si ibu yang masih memperhatikan kejadian itu geleng kepala. Sebab biasanya semut itu suka berbagi. Ia bergumam.
“Bukankah semut itu sudah cukup puas mencicipi sirup tersebut berulang-ulang? Rupanya ia tamak dan menuruti nafsunya. Maka jadilah ia tenggelam dalam kerakusannya sendiri.”
Baca Juga: Amal Semut Bisa Senilai Gajah
Kisah Semut dan Satu Sendok Sirup
Begitulah dunia. Hanya bagaikan satu sendok sirup saja. Bahkan Rasulullah mengumpamakan dunia lebih rendah nilainya daripada sayap nyamuk.
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir.”
(Hadist Riwayat Tirmidzi)
Oleh karena itu, seorang muslim sepantasnya belajar dari kisah semut hitam itu agar menjauhi sifat tamak. Karena sifat ini hanya akan menjerumuskan diri kita sendiri.
Salam Hijrah.[ind]
Sumber: https://t.me/semangatsubuh