AIB itu keburukan tentang diri yang tersimpan. Hanya Allah dan orang itu sendiri yang tahu tentang aibnya.
Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Tapi dari akumulasi salah dan lupa itu ada hal-hal buruk yang tersimpan rapi.
Ada orang yang pandai menyimpan aibnya. Ada juga yang ceroboh. Bahkan ada yang bangga mengumbar aibnya. Semoga kita bukan tipe orang yang terakhir itu.
Secara alami, tak ada orang yang ingin aibnya terlihat. Itulah salah satu pertahanan alami manusia untuk bisa eksis di tengah pergaulan.
Ada juga keculasan manusia dalam hal aib ini. Yaitu, sifat untuk memanipulasi keadaan agar aib orang lain menjadi seolah jauh lebih besar dari dirinya sendiri.
Kalau dua atau lebih individu ini bergabung untuk membangun perspektif yang sama, maka kekuatan manipulasi tentang aib orang lain itu kian sempurna.
Mereka seperti saling melengkapi data untuk ‘menambal’ kekurangan. Jadilah orang yang diperspektifkan itu sebagai sosok yang penuh dengan aib.
Lalu, bagaimana dengan diri mereka sendiri? Apakah mereka menyadari bahwa diri masing-masing minim dari aib, atau setidaknya lebih rendah aibnya dari orang yang diperspektifkan itu.
Itulah yang disebut dengan ‘jebakan suasana’. Seolah-olah orang yang membongkar tentang aib orang lain menjadi di posisi yang lebih baik dari sosok yang ia bongkar.
Pahamilah bahwa semua kita punya aib. Dan semua kita tidak suka jika aibnya dibongkar.
Satu hal yang juga menjadi kebaikan dari pemahaman kita bahwa jika orang berhasil membongkar aib kita, sebenarnya yang terbongkar itu tidak seberapanya dari aib kita yang sebenarnya.
Islam mengajarkan bahwa siapa yang menutup aib saudaranya, Allah akan menutup aibnya dari pandangan manusia, atau mengampuni kesalahan itu.
Jadi, cobalah sibukan diri kita dengan memperbaiki aib sendiri daripada mengutak-atik aib orang lain, yang boleh jadi jauh lebih kecil dari aib yang kita miliki. [Mh]