ADA makna dari sebuah kegagalan. Sepedih apa pun kegagalan, jika disikapi dengan bijak, akan menjadi batu loncatan di langkah berikutnya.
Ada yang menarik di Perang Uhud. Dalam perang yang terjadi setelah dua setengah tahun hijrah itu, umat Islam bisa dibilang mengalami pukulan telak dari kaum kafir. Setidaknya tujuh puluhan para sahabat Nabi gugur sebagai syuhada.
Di antara yang syahid itu ada Mush’ab bin Umar dan Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhum. Mush’ab merupakan tokoh di balik pengislaman masyarakat Madinah sebelum Nabi hijrah. Dan Hamzah merupakan paman Nabi yang sangat membela perjuangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Salah satu analisis dari kekalahan tersebut adalah turunnya pasukan pemanah di atas bukit ke area pertempuran karena ingin memperoleh ghanimah atau harta rampasan perang.
Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewanti-wanti agar pasukan pemanah tetap berada di posisi, apa pun yang terjadi di bawah mereka.
Atas peristiwa itu Rasulullah dikabarkan marah. Tapi kemudian memohonkan ampunan kepada Allah atas kesalahan mereka.
Apa yang Allah sampaikan dari peristiwa itu? Apakah Allah memarahi mereka yang telah khilaf dari perintah Rasul itu?
Sama sekali tidak. Allah subhanahu wata’ala menyadarkan tentang suatu hal dari sebuah ‘kegagalan’ di Perang Uhud itu.
“Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan, masa (kesuksesan dan kegagalan) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan agar Allah membedakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kalian dijadikan-Nya syuhada…” (QS. Ali Imran: 140)
Ayat ini tidak menyalahkan kekhilafan para sahabat. Tapi, meluaskan pandangan tentang apa arti kekalahan dan kegagalan. Yaitu, sebagai pelajaran berharga dari sebuah pengalaman.
Dan setelah peristiwa di Uhud itu, para sahabat tidak mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya. Dan kesuksesan pun terus mereka raih untuk masa selanjutnya.
**
Gagal memang sangat menyakitkan. Banyak pengorbanan yang harus ditebus. Dalam jihad, pengorbanannya nyawa.
Tapi, Allah tidak menyebut tentang pengorbanan nyawa itu sebagai sesuatu yang sia-sia. Sebaliknya, Allah membesarkan hati Rasulullah dan para sahabat dengan karunia di balik kematian itu, yaitu sebagai syuhada.
Begitu pun di perjuangan dalam bentuk yang lain. Apakah itu perjuangan pendidikan, karir, bisnis, dakwah, dan lainnya.
Kegagalan yang terjadi, jangan disikapi sekadar sebuah pukulan. Melainkan, sebagai momen terbangunnya kesadaran dari kesalahan, kekhilafan, kelengahan, dan lainnya.
Jangan sikapi kegagalan hanya sebagai penyesalan. Tapi jadikan momentum itu sebagai lecutan untuk meraih kesuksesan yang lebih besar. [Mh]