SURAH Al-Mulk ayat 22 memberikan banyak pelajaran. Orang yang tidak suka dengan syariat Islam diumpamakan seperti orang berjalan dengan terbalik.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surah Al-Mulk ayat 22. Artinya, “Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”
Ayat ini menyampaikan pelajaran dalam bentuk pertanyaan. Hal ini agar manusia bisa berpikir dan bermuhasabah.
Ada di antara manusia yang berjalan dengan wajah berada di bawah. Terjungkal, atau terbalik: karena wajah yang normalnya ada di atas tapi berada di bawah.
Para mufasirin menyatakan bahwa sosok yang dimaksud ayat tersebut adalah Abu Jahal. Yaitu, seorang pemimpin di zamannya yang merasa lebih pantas diikuti daripada syariat Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dialah yang selalu menggugat apa yang diturunkan Allah melalui Rasulullah. Abu Jahal merasa hartanya sangat banyak, begitu pun dengan pengikutnya.
Ia merasa bahwa dirinyalah yang lebih pantas dirujuk, diikuti, daripada Nabi Muhammad dan syariat Islam yang dibawanya.
Allah subhanahu wata’ala menghinakan Abu Jahal dan orang-orang musyrik melalui ayat ini. Yaitu dengan sebutan orang yang berjalan dengan terjungkal atau terbalik.
Ayat ini tentu tidak hanya ditujukan kepada Abu Jahal dan orang musyrik saat itu saja. Tapi juga untuk orang-orang setelahnya, kita, dan generasi akan datang.
Yaitu, mereka yang merasa lebih hebat, lebih pintar, lebih digjaya daripada apa yang Allah turunkan dalam syariat Islam. Dan orang-orang seperti itu akan selalu ada sepanjang masa.
Trend di lingkungan pemuja dunia selalu menempatkan syariat seperti sebuah barang antik. Pemuliaannya hanya sekadar pajangan. Karena tidak dipakai dalam dunia nyata.
Gambaran seperti itu pun masih bagus, karena masih menghormati kemuliaan syariat Islam meski tidak diamalkan. Yang lebih parah jika syariat dikelompokkan dalam benda-benda yang berbahaya.
Jangankan digunakan dalam dunia nyata, sekadar pajangan pun masih tak pantas. Syariat seperti virus jahat yang harus segera dimusnahkan.
Padahal, sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa tentang arah hidup ini. Mereka memandang hidup ini dalam kacamata terbalik: atas berada di bawah, dan bawah berada di atas.
Boleh jadi, kita hidup di tengah-tengah mereka. Dan keadaan tidak baik itu kadang menggiring kita menjadi ragu dalam istiqamah.
Ketika bersama orang baik, kita menjadi begitu istiqamah. Tapi ketika bersama lingkungan buruk itu, kita pun menjadi tidak begitu menerapkan syariat dalam kehidupan nyata.
Pelajarannya, tetap berjalan tegak lurus dalam ajaran yang Allah turunkan melalui tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jangan sekali-kali ragu, karena boleh jadi kita pun akan berjalan terjungkal dengan wajah di bawah, sementara kita merasa sudah sangat tegak. [Mh]