Laporan terbaru dari Bank Dunia pada Selasa menyebutkan, saat ini ada sekitar 75 juta orang di kawasan perkotaan Asia Timur dan Pasifik yang hidup dengan pendapatan di bawah USD 3,10 per hari atau sekitar Rp40 ribu per hari.
Penulis utama laporan tersebut, Judy Baker, mengatakan Indonesia termasuk salah satu negara penyumbang terbesar penduduk miskin di kawasan perkotaan bersama dengan Tiongkok dan Filipina.
“Sebanyak 27 persen penduduk perkotaan Indonesia tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang memadai,” ujarnya.
Sementara di Filipina, penduduk perkotaan yang tidak memiliki akses ke sanitasi memadai mencapai 21 persen. Di ketiga negara itu, penduduk di area kumuh lebih berisiko terkena bencana alam, karena mereka tinggal di daerah rawan banjir.
Menurut Baker, secara umum tantangan yang dihadapi masyarakat miskin kota adalah kurangnya akses terhadap pekerjaan, transportasi umum, dan infrastruktur serta perumahan yang terjangkau.
Dia mencontohkan, masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di sekitar kota besar di Ulan Bator, Mongolia, menghabiskan 36 persen dari pengeluaran bulanan mereka untuk ongkos bus, akibat rute transportasi umum yang tidak efisien. Hal ini membuat pengeluaran penting lainnya tidak mendapatkan dana.
Karena itu, pemerintah memerlukan pendekatan multi-dimensi terhadap perencanaan pembangunan, yang meliputi aspek ekonomi, spasial, dan sosial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.
“Layanan transportasi dan perumahan yang terjangkau bisa mengalihkan pendapatan masyarakat miskin untuk pendidikan anak-anak mereka,” sebut laporan itu.
Laporan ini merekomendasikan agar pemerintah setempat berupaya membuka akses masyarakat miskin kepada pasar kerja dan memastikan ketersediaan lahan dan perumahan yang terjangkau.
Selain itu, pemerintah juga harus berani berinvestasi untuk menyusun perencanaan kota dan sistem informasi yang terpadu. Rekomendasi lain adalah memperkuat pemerintahan daerah dan mendorong keterlibatan warga dalam pengambilan kebijakan publik.[ah/anadolu]