ILMUWAN muslim telah mengobservasi fenomena gerhana bulan sejak ribuan tahun lalu. Kalau kita sekarang takjub dengan pencapaian para astronom modern, percayalah para cendekiawan Muslim telah melakukannya terlebih dahulu.
Pada saat masyarakat Barat masih menganggap gerhana sebagai kutukan dewa, atau bangsa Cina menganggapnya matahari dan bulan dimakan naga, cendekiawan Muslim telah mampu menjelaskan secara rinci dan membuat perhitungan terjadinya gerhana berabad yang akan datang.
Jurnalis dan travel writer Uttiek M. Panji Astuti menulis tentang Ilmuwan Muslim dan Fenomena Gerhana yang dikaitkan dengan peristiwa gerhana pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan saat ini.
Dalam akun IG @uttiek.herlambang, (8/11) lalu, ia menulis bahwa kemajuan ilmu astronomi memungkinkan manusia modern mengetahui bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah terjadi 5 kali gerhana bulan.
Gerhana bulan pertama terjadi pada 10 atau 11 Jumadil Akhir tahun keempat Hijriah atau 20 November 625 M.
Gerhana bulan kedua terjadi pada 22 Dzulhijjah tahun keempat Hijriah atau 17 Mei 626 M, tepatnya pada waktu Subuh.
Gerhana bulan ketiga terjadi pada 10 Dzulqa’dah tahun keenam Hijriah atau 25 Maret 628 M. Gerhana bulan sebagian ini terjadi dalam durasi 2 jam lebih 7 menit 1 detik. Waktunya terjadi sekitar Maghrib.
Gerhana bulan keempat terjadi 10 atau 11 Dzulqa’dah tahun ketujuh Hijriyah atau15 Maret 629 M. Kali ini merupakan gerhana bulan total yang terjadi selama 1 jam lebih 40 menit 31 detik.
Gerhana bulan terakhir pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam terjadi pada 10 atau 11 Dzulqa’dah tahun kedelapan Hijriah atau 4 Maret 630 M.
Lamanya gerhana 2 jam lebih 42 menit 47 detik dengan besar gerhana 68 persen di waktu Maghrib.
MasyaAllah!
Kalau kita sekarang takjub dengan pencapaian para astronom modern, percayalah para cendekiawan Muslim telah melakukan hal-hal yang lebih mencengangkan sejak lebih dari seribu tahun lalu.
Salah satunya adalah Abu Abdullah Muhammad ibnu Jabir al-Battani. Ia merupakan ilmuwan Muslim yang mengamati dan meneliti tentang gerhana.
Observasinya dilakukan di sebuah kota kecil bernama Raqqah, di tepi sungai Eufrat pada kurun waktu 877-918 M.
Dengan perhitungan trigonometri yang rumit, ia mampu memprediksi dengan tepat terjadinya gerhana matahari cincin.
Perhitungannya tidak biasa, karena ilmuwan sezamannya umumnya menggunakan rumusan geometri. Dengan keakuratan teorinya, ia mengoreksi penemuan Ptolemeus, seorang filsuf Yunani kuno.
Baca Juga: Mengenal Fenomena Gerhana Bulan
Ilmuwan Muslim dan Fenomena Gerhana
View this post on Instagram
Hebatnya, tujuh abad kemudian, tepatnya tahun 1749, astronom Barat bernama Dunthorne mengadopsi metode pengamatan Al Battani mengenai gerhana bulan dan matahari.
Kitabnya yang berjudul Al Zij diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul De Motu Stellarum (Pergerakan Bintang-bintang). Kitabnya ini menginspirasi banyak ilmuwan, seperti Kepler, Galileo, dan Copernicus.
Cendekiawan Muslim lainnya yang mengamati fenomena gerhana adalah Abu al-Rayhan al-Biruni.
Ia menulis catatan lengkap tentang pengamatannya saat terjadi gerhana matahari pada 8 April 1019 dan gerhana bulan pada 17 September 1019.
Ia membuat perhitungan terperinci, termasuk posisi ketinggian bintang-bintang selama berlangsungnya gerhana. Ia melakukan observasinya di Lamghan, sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan di antara Kandahar dan Kabul, Afhganistan.
Tak hanya membuat perhitungan kapan terjadinya gerhana, ia juga menuliskan bagaimana cara menikmati indahnya fenomena alam itu tanpa membahayakan kesehatan, yakni dengan melihatnya di atas genangan air.
Pada saat masyarakat Barat masih menganggap gerhana sebagai kutukan dewa, atau bangsa Cina menganggapnya matahari dan bulan dimakan naga, cendekiawan Muslim telah mampu menjelaskan secara rinci dan membuat perhitungan terjadinya gerhana berabad yang akan datang.
Hari Selasa (8/11) terjadi gerhana bulan di beberapa negara. Di Indonesia mulai pukul 17.59.11 WIB dan berakhir pukul 20.57.43 WIB.
Disunahkan untuk melaksanakan shalat khusuf atau shalat gerhana, sebagaimana yang tersebut dalam hadis:
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah disebabkan oleh kematian atau kelahiran seseorang, namun keduanya merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Apabila kalian melihatnya, maka sholatlah.” [HR. Bukhari].[ind]