BUKU Naskah Laut Mati dan Ashabul Kahfi, Telaah Sejarah Berdasarkan Manuskrip Kuno dan Kitab Suci yang ditulis oleh Wisnu Tanggap Prabowo ini menarik untuk dibaca, apalagi bersumber dari kitab-kitab sejarah yang otoritatif dan merujuk langsung pada Kitab-Kitab Suci Yahudi, Nasrani dan manuskrip-manuskrip yang terkait.
Kisah Ashabul Kahfi adalah kisah yang terkenal dikalangan umat Islam karena diceritakan langsung oleh Al-Qur’an dan menjadi nama dari salah satu surah yaitu surah Al-Kahfi.
Sosok para pemuda di dalam kisah itu disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًى
Artinya: Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Q.S. Al-Kahfi: 13)
Baca Juga: Resensi Novel Selamat Tinggal Karya Tere Liye
Resensi Buku Naskah Laut Mati dan Ashabul Kahfi
Dalam pengatar penerbit Pustaka Al-Kautsar menyebutkan bahwa kisah ini, selain terkenal di kalangan umat Islam, juga dikenal oleh umat agama lain, seperti Yahudi dan Nasrani.
Di Barat, kisah ini disebut dengan Seven Sleepers atau tujuh pemuda yang masuk ke dalam gua karena menghindari raja yang zalim.
Kisah ini masyhur, namun ada banyak perdebatan di dalamnya. Di antaranya adalah tentang keberadaan Gua Ashabul Kahfi tersebut, tentang siapa raja zalim itu, dan tentang ar-raqim yang mengiringi Ashabul Kahfi. Semua ini menjadi diskursus yang panjangan hingga hari ini.
Terlepas dari perdebatan soal di atas, namun jelas bahwa kisah Ashabul Kahfi adalah peristiwa yang nyata yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Bagi orang-orang beriman, kisah ini tentu akan menambah keimanan kepada Allah dan menjadi pelajaran dalam kehidupan.
Wisnu, sebagai penulis buku, mengatakan bahwa buku ini merupakan penelusuran historis kisah Ashabul Kahfi dengan pendekatan melalui uraian ulama tafsir, Naskah Laut Mati, dan sejarah kelompok Issiyim atau Eseni.
Kelompok Issiyim adalah pemain penting dalam sejarah agama Nasrani dan Yahudi.
Selain merujuk pada karya ulama tafsir, penulis menyertakan khazanah israiliyat berupa manuskrip-manuskrip kuno dari Ahli Kitab.
Tentunya, Naskah Laut Mati dan sejarah Ahli Kitab melalui kelompok Yahudi Issiyim mendapat porsi besar.
Lebih dari 800 manuskrip dalam Naskah Laut Mati berusia 2000 tahun yang ditemukan di tahun 1947 di Tepi Barat ini sejatinya adalah khazanah Israiliyat.
Karenanya ini menjadi arkeologi terbesar di abad 20 bagi dunia kesarjanaan Barat. Temuan ini sempat menggucang umat Yahudi dan Kristen. Ia membuka ranah studi baru.
“Pertempuran” pun dimulai antara cendekiawan Yahudi dan Nasrani, dua kubu berseteru dalam menafsirkan Naskah Laut Mati.
Karena Naskah Laut Mati adalah bagian dari Israiliyat, umat Islam memiliki kepentingan. Naluriah saja, karena seluruh manuskrip kuno itu adalah tentang Bani Israil.
Mayoritas bahasa manuskrip Naskah Laut Mati juga bahasa yang diucapkan para Nabi terdahulu dari Bani Israil. Bagaimana tidak berkepentingan, dahulu agama Islam diusung oleh Bani Israil.
Berkaitan dengan Israiliyat sendiri sebagai rujukan, Rasulullah pernah bersabdah:
“Sampaikan dariku walaupun satu ayat. Ceritakan tetang Bani Israil, dan tidak apa-apa. Siapapun yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatilah tempat duduknya di neraka. (H.R. Bukhari)
Namun demikian, Israiliyat bukan sebagai tolak ukur kebenaran, ia harus ditimbang, diuji lalu dibenarkan jika menyelarasi Al-Qur’an dan Sunnah.
Walapun buku ini akan banyak membahas tentang Ahli Kitab baik Yudaisme maupun Nasrani, akan hadir pula sejumlah kritik dan uraian yang memang tidak akan disekapakati oleh Ahli Kitab.
Demikian buku ini ditulis sebagai upaya dialog ilmiah antar agama bukan untuk merusak kerukunan dalam tatanan sosial. [Ln]