RUMAH tangga mana pun tidak ingin ada KDRT. Baik itu dilakukan oleh suami, oleh istri, atau pihak lain seperti orang tua terhadap menantu.
Ada tiga persepsi atau anggapan seseorang dalam rumah tangga yang bisa memunculkan terjadinya KDRT. Seolah-olah, ada pembenaran tindakan KDRT dilakukan.
Tiga persepsi itu adalah:
Satu, Menganggap Biasa dengan Kekerasan.
Kekerasan fisik maupun verbal sangat menyakitkan pihak lain yang menjadi korban. Terlebih terhadap orang-orang yang semestinya dicintai dan dilindungi.
Ada pola asuh bawaan dari keluarga lama yang seperti menganggap biasa tindakan kekerasan. Contoh, orang tua yang biasa memukul anak hanya karena emosi.
Jika perlakuan ini terus dialami sang anak, maka akan muncul persepsi dalam diri anak bahwa kekerasan adalah hal biasa dan tidak ada salahnya. Buktinya, hal itu dilakukan orang tua terhadap dirinya.
Suatu saat ketika sang anak beranjak dewasa, maka hal itu akan ia terapkan terhadap orang-orang ‘di bawahnya’. Yaitu, orang-orang dalam rumah tangga, atau bawahan dalam tempat kerja.
Pengaruh pola asuh bawaan dari orang tua ini jauh lebih kuat daripada lingkungan tempat kerja. Seperti lingkungan kerja di militer atau aparat keamanan.
Hal ini karena pengaruh dari orang tua tertanam kuat seperti alam bawah sadar. Sementara di lingkungan tempat kerja seperti militer dilakukan penuh kesadaran, bahkan ada tindakan disiplin jika terjadi pelanggaran.
Dua, Merasa bahwa Cinta itu Harus Menguasai.
Ikatan cinta pria wanita yang diridhai Allah adalah dalam bentuk pernikahan. Dari situlah akan tumbuh rasa cinta: sakinah, mawadah, dan rahmah.
Tapi, tidak berarti bahwa cinta itu harus menguasai. Karena secara prinsip yang menguasai diri seseorang itu adalah Allah subhanahu wata’ala.
Penguasaan seseorang terhadap orang lain ada dalam batas aturan Allah. Misalnya, meskipun anak lahir dan dibesarkan oleh orang tua, tidak boleh orang tua semena-mena menguasai apa yang diinginkan anak, selama keinginan itu tidak menyalahi ridha Allah.
Begitu pun suami terhadap istri atau sebaliknya. Cinta bukan tumbuh dalam kekuasaan seperti itu, melainkan dari kesadaran bersama tentang hak dan kewajiban yang setara.
Tiga, Menganggap Kekerasan sebagai Solusi.
Manusia itu unik. Ada banyak sisi yang mempengaruhi pola hidupnya. Ada akal, hati, dan fisik. Tiga hal itu akan membutuhkan asupan yang memadai.
Ketika ada seseorang dianggap bermasalah atau tidak dalam rel yang semestinya, pendekatan fisik tidak akan menjamin perubahan yang diinginkan. Karena ada sisi lain yaitu akal pikiran dan hati.
Karena itu, yang perlu dilakukan adalah membangun kesadaran dan kecintaan. Kesadaran adalah memahami secara sukarela bahwa sesuatu itu salah, dan kecintaan sebagai pilihan menarik untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
Contoh, melarang anak merokok. Mungkin saja pendekatan fisik dianggap instan untuk menghukum anak merokok. Tapi, selama tidak terbangun kesadaran dan kecintaan, merokok hanya akan menjadi bahaya laten. Yang suatu saat bisa kambuh lagi.
Jadi, bangun kesadaran kenapa harus tidak merokok. Tumbuhkan kecintaan bahwa tidak merokok itu pilihan terbaik seperti teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang tidak merokok. [Mh]